Tujuh puluh tujuh jemaah umrah Tazkiyah Tour dan Sint Travel (anak usaha Tazkiyah) menempuh tur panjang, Kamis (28/2/2019) hingga Jumat (1/3/2019).
Tetapi karena umrah adalah perjalanan yang dirindukan, nyaris tak ada yang mengeluh. Apalagi, para jemaah justru mendapat pengalaman-pengalaman baru.
Fuad Mari Muhammad, anak muda yang umrah bersama ayah dan dua kakaknya mengaku baru mendapati perjalanan yang mengharuskan salat di pesawat.
Berangkat dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar di Maros, Kamis pukul 12.18, rombongan mesti berada dua setengah jam di kabin SilkAir. Maka Zuhur dan Asar pun harus tertunaikan sebelum mendarat di Changi International Airport di Singapura.
“Begitu ternyata kalau musafir,” ucap Fuad, mahasiswa semester 6 STMIK Dipanegara itu.
Magrib dan Isya pun begitu. Rombongan melakukannya di seat masing-masing, di dalam Boeing 787 milik maskapai Scoot. Wudu diganti tayamum.
Pengalaman tak terlupakan juga muncul dari boks-boks makanan.
Saat naik SilkAir, menunya nasi ayam dengan bumbu sangat Melayu. Lalu jus dan teh dan kopi. Di Scoot, nasi kuning kunyit. Kemudian coffee break dua kali.
Fuad merasa cocok dengan aroma rempah pada makanan yang disajikan dua anak grup Singapore Airlines itu. “Mau tambah rasanya,” tuturnya.
Tetapi Nurnajmi Daeng Mappoji lain lagi. Perempuan Bugis yang kini menetap di Unaha, Sultra itu hanya makan beberapa sendok.
“Kalau lidah saya cukup bisa menerima. Apalagi dibantu dengan teh panas,” timpal Paccing, jemaah asal Nabire, Papua.
Setelah 10 jam satu menit di udara, pesawat mendarat di Bandara Internasional King Abdul Azis di Jeddah. Perjalanan ke Madinah ditempuh dengan jalur darat. Memakai bus Saptco.
Dan salat kali ini sudah tidak di kendaraan. Melainkan di Masjid Nabawi. Rombongan tiba bersamaan dengan azan Subuh. (luzd)