COBA periksa mushaf Alquran di lemari atau meja rumah Anda. Kira-kira butuh berapa lama percetakan menyelesaikannya? Satu hari mungkin terlalu lama.
Tetapi Alquran yang satu ini berbeda. Nazeem Akhtar, sang pembuat mushaf masih berusia 30 tahun saat mulai menoreh ayat pertama tahun 1987. Proyek pribadi yang tak didasari apapun kecuali kecintaan kepada kitab suci itu baru selesai pada Januari 2018, saat Nazeem sudah berumur 62 tahun.
Mushaf itu kini mendapat kedudukan istimewa di The Holy Quran Exhibition atau Museum Alquran, Kota Madinah. Dari Masjid Nabawi, Anda hanya harus berjalan kaki sedikit ke arah barat. Tempat yang modern nan canggih yang berisi banyak Alquran, dari versi cetak hingga digital.
Lalu mengapa mushaf Nazeem mesti menghabiskan waktu lebih dari tiga dekade? Sebab dia menulisnya tidak menggunakan pulpen. Melainkan benang.
Huruf demi huruf dia jahit sambil tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang ibu rumah tangga. Dia menyisihkan waktu untuk melanjutkan sulaman, rata-rata setiap dini hari sampai menjelang salat Subuh.
Ketika tetangganya mungkin masih terlelap, dia sudah harus dalam konsentrasi tinggi. Itu lantaran karya yang dibuatnya bukanlah buku, tetapi kalimat-kalimat Allah. Tidak boleh ada satu bagian pun yang salah.
Dia selalu dalam keadaan wudu saat menyulam. Jarum dan benang baru akan digunakannya setiap selesai melakukan salat sunat dua rakaat. Ketika mulai menjahit pun dia basahi bibirnya dengan zikir. Apalagi, tentu saja, dia memang sedang tidak menjahit saja, tetapi sekalian mengaji pula. Merapal setiap huruf, kata, kalimat suci.
Nazeem melakukan itu di rumahnya, Gujarat, Pakistan. Dia membutuhkan 300 meter kain untuk mengakomodasi total 77.439 kata dalam Alquran.
Syadam Husein Abdullah, pemuda Indonesia yang menjadi salah satu petugas di The Holy Quran Exhibition bilang, mushaf Nazeem tidak satu. Semuanya ada sepuluh. Satu mushaf terdiri atas tiga juz.
“Berat keseluruhan 54 kilogram,” ujar Syadam kepada jemaah umrah Tazkiyah Tour dan Sint Travel (anak grup Tazkiyah Tour), beberapa waktu lalu.
Lelaki asal Banjarmasin itu mengisahkan, Nazeem datang ke Madinah pada musim haji tahun lalu. Sebuah perjalanan yang juga dimaksudkannya untuk mengakhiri berbagai tawaran yang datang.
Nazeem mengaku buah tangannya itu telah diminta banyak orang di banyak tempat. Namun dia hanya mau mushaf yang setiap eksamplar memiliki panjang 22 inci dan lebar 15 inci itu disimpan di Madinah. Tepatnya di The Holy Quran Exhibition, bangunan yang sebenarnya juga belum berdiri cukup lama. Namun yang jelas jaraknya hanya beberapa meter dari makam manusia mulia, Nabi Muhammad saw.
Ketika kali pertama datang itu, Nazeem hanya membawa satu mushaf. Sembilan lainnya tetap di Pakistan. Mungkin jaga-jaga andai pengelola museum tidak berminat.
Namun karyanya itu terlalu monumental untuk ditolak. Sebuah ruangan bahkan dibuatkan khusus untuk menampung mushaf yang total memiliki 724 halaman tersebut.
Nazeem lalu datang tiga bulan kemudian. Membawa niat baik dan sembilan mushaf yang tak dia sertakan dalam perjalanan sebelumnya menjalankan rukun Islam kelima. Dan dia menolak imbalan.
Memang bukan uang yang Nazeem harapkan. Tetapi keberkahan. Kalaupun ada cita-cita manusiawinya, dia hanya ingin Alquran sulamannya itu terdaftar di Guinness Book of World Record. Agar kelak, bahkan ketika dirinya sudah tidak di dunia, namanya tetap tercatat sebagai orang yang melakukan hal semacam itu. Menjahitnya; menghabiskan seperdua hidupnya untuk itu.
Dalam sebuah wawancara yang bisa kita tonton di Youtube, perempuan dengan tindik kecil di hidung itu menceritakan saat dia membawa mushaf itu ke Madinah. Imam Masjid Nabawi hadir saat kitab dalam ukuran besar itu dimasukkan ke kotak kaca, di salah satu ruangan museum yang dingin dan harum.
“Itu hari terbaik dalam hidup saya,” kata Nazeem. Basah pipinya mengatakan itu.
Jika Anda pernah mendengar kata “mahakarya”, Alquran yang dikerjakan seorang diri oleh Nazeem, menghabiskan 84 kotak benang dan separuh dari usianya itu adalah sesungguh-sungguhnya mahakarya.
Berumrah atau berhajilah, sebab Anda bisa sekalian melihat langsung mushaf limited edition itu. Jangan lupa mengirim doa untuk sehat dan berkahnya hidup Nazeem. Dia terlalu baik untuk tidak kita jadikan inspirasi. (*)
Ditulis oleh Imam Dzulkifli
untuk tazkiyahtour.co.id