Ketika kita berbicara tentang kekayaan dan harta melimpah, seringkali tergambar sosok yang hidup berfoya-foya.
Namun, berbeda dengan Abdurrahman bin Auf, salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal sebagai miliarder di zamannya. Meski harta yang dimilikinya berlimpah, ia justru sering menangis karena kekayaannya.
Mengapa demikian? Kisah Abdurrahman bin Auf ini tidak hanya mengajarkan tentang kesuksesan dalam bisnis, tetapi juga tentang kedermawanan dan ketakutan terhadap hisab di hari kiamat.
Biografi Abdurrahman bin Auf
Lahir pada tahun 581 M, Abdurrahman bin Auf adalah salah satu sahabat Nabi yang masuk dalam golongan Assabiqunal Awwalun, yaitu mereka yang pertama kali memeluk Islam.
Abdurrahman menerima Islam di usia 31 tahun melalui dakwah Abu Bakar As-Siddiq di rumah Arqam bin Abi Arqam.
Bersama sahabat muda lainnya seperti Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Abi Waqqas, dan Zaid bin Haritsah, Abdurrahman memainkan peran penting dalam menyebarkan ajaran Islam pada masa-masa awal.
Abdurrahman bin Auf tidak hanya dikenal sebagai sahabat yang pemberani dan dekat dengan Nabi, tetapi juga sebagai pengusaha kaya raya yang sangat dermawan.
Hartanya yang melimpah berasal dari perdagangan, dan kekayaan inilah yang sering ia gunakan untuk mendukung perjuangan Islam.
Kekayaan Abdurrahman bin Auf
Ibnu Katsir dalam kitab Al-Bidayah wa Al-Nihayah menjelaskan bahwa Abdurrahman bin Auf pernah bersedekah dengan jumlah yang sangat besar.
Ia menyumbangkan setengah hartanya untuk perjuangan Islam, yaitu 4.000 dinar, yang jika dikonversi ke masa sekarang bisa setara dengan miliaran rupiah.
Tidak berhenti sampai di situ, ia kembali bersedekah sebesar 40.000 dinar dan sekali lagi menyumbangkan 40.000 dinar. Jumlah ini sungguh luar biasa, menunjukkan betapa Abdurrahman bin Auf sangat ikhlas menggunakan hartanya di jalan Allah.
Selain uang, Abdurrahman juga menyumbangkan 500 kuda untuk kebutuhan transportasi, dan menambahkan 500 unta untuk digunakan dalam jihad.
Rasulullah SAW pernah bersabda tentang dermawanannya Abdurrahman bin Auf, “Tidak ada yang bisa mengalahkan Abdurrahman dalam kedermawanan, kecuali ia sendiri.” (HR. Ahmad).
Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW juga pernah bersabda bahwa Abdurrahman bin Auf termasuk salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.
Sabda tersebut diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sepuluh orang yang dijamin masuk surga adalah: Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Zubair di surga, Thalhah di surga, Abdurrahman bin Auf di surga, Sa’ad bin Abi Waqqas di surga, dan Said bin Zaid di surga.”
Kisah Abdurrahman bin Auf Ingin Miskin
Meski dijamin surga dan memiliki kekayaan yang tak terhitung, Abdurrahman bin Auf justru sering menangis. Mengapa? Salah satu sebabnya adalah ketakutannya terhadap panjangnya proses hisab di hari kiamat akibat hartanya yang melimpah.
Suatu ketika, Rasulullah SAW berkata kepada Abdurrahman, “Engkau akan masuk surga, wahai Abdurrahman, namun setelah tertahan karena hartamu.” (HR. Al-Bukhari).
Mendengar sabda ini, Abdurrahman bin Auf menjadi semakin khawatir, sehingga ia sering menangis dan berusaha untuk membagikan hartanya sebanyak mungkin kepada yang membutuhkan, dengan harapan dapat mempercepat masuknya ke surga.
Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa setelah perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf berusaha untuk menjadi orang miskin dengan membeli kurma busuk dari para sahabat yang semula dianggap tidak bernilai.
Namun takdir berkata lain, karena kurma busuk itu ternyata dibeli oleh utusan dari Yaman dengan harga 10 kali lipat dari harga kurma biasa, karena kurma tersebut dibutuhkan sebagai obat di negeri mereka.
Sumbangsih untuk Baitul Mal dan Membebaskan Budak
Selain memberikan hartanya dalam bentuk sedekah, Abdurrahman bin Auf juga berkontribusi besar dalam pendirian Baitul Mal—sebuah lembaga keuangan yang dikelola oleh negara untuk kesejahteraan umat.
Ketika Nabi mendirikan Baitul Mal di Madinah, Abdurrahman adalah salah satu penyumbang terbesar. Ia bahkan pernah menyumbangkan separuh hartanya untuk Baitul Mal ini, dengan niat untuk memastikan bahwa tidak ada Muslim di Madinah yang kekurangan.
Tidak hanya itu, ia juga membebaskan ribuan budak dengan hartanya. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa pada masa akhir hidupnya, Abdurrahman bin Auf meninggalkan begitu banyak harta, termasuk emas yang harus dipotong-potong dengan kapak untuk dibagikan kepada orang-orang.
Ibnu Katsir menuliskan dalam Al-Bidayah wa Al-Nihayah bahwa Abdurrahman meninggalkan 1.000 unta, 100 kuda, dan 3.000 domba yang semuanya digembalakan di Baqi’.
Hadits lain yang terkait dengan kedermawanan Abdurrahman bin Auf disebutkan oleh Ibnu Majah, dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Di surga ada pohon yang ketika engkau berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun, engkau tidak akan sampai ke ujungnya. Dan di surga, ada sahabatku Abdurrahman bin Auf.”
Kesimpulan: Teladan Bagi Umat
Kisah Abdurahman bin Auf adalah contoh nyata bahwa kekayaan yang melimpah tidak selalu identik dengan kesombongan dan kelalaian. Abdurrahman menggunakan hartanya dengan bijak, dan selalu khawatir akan pertanggungjawabannya di akhirat.
Ia adalah sosok yang sangat dermawan dan rendah hati, meskipun berada di puncak kekayaan.
Dari Abdurrahman bin Auf, kita belajar bahwa harta hanyalah titipan, dan yang terpenting adalah bagaimana kita memanfaatkannya untuk kebaikan.
Kekayaan tidak akan berarti tanpa sedekah, dan harta yang kita berikan di jalan Allah akan menjadi bekal kita di akhirat. Seperti yang tertuang dalam QS. Al-Baqarah [2]:261, Allah berfirman, “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji.
Allah melipatgandakan ganjaran bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.”