Hi, How Can We Help You?
  • Makassar 90231, Sulawesi Selatan, Indonesia
  • Email: tazkiyahmandiri@gmail.com

Category Archives: Haji – Umroh

November 22, 2024

Burung merpati di Mekkah adalah pemandangan yang khas dan menenangkan. Kawanan burung ini sering terlihat di sekitar Masjidilharam, hidup damai di tengah keramaian para jemaah.

Namun, burung merpati di Mekkah tidak hanya sekadar simbol keindahan alam mereka memiliki nilai sejarah dan spiritual yang mendalam.

Kehadiran mereka memancarkan pesan kasih sayang, perlindungan, dan kedamaian, yang menjadi pengingat bagi umat Islam tentang makna kebesaran Allah.

Sejarah Burung Merpati di Mekkah

burung merpati di mekkah
source image: riau pagi

Peran dalam Peristiwa Hijrah

Burung merpati di Mekkah memiliki tempat dalam sejarah Islam. Salah satu kisah paling terkenal adalah peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw. bersama Abu Bakar ash-Shiddiq.

Ketika mereka bersembunyi di Gua Tsur untuk menghindari pengejaran kaum Quraisy, Allah mengirimkan laba-laba untuk membuat sarang dan burung merpati untuk bertelur di depan pintu gua.

Pemandangan ini membuat musuh yakin bahwa tidak mungkin ada orang yang bersembunyi di dalam gua. Keberadaan burung merpati ini menjadi tanda perlindungan Allah terhadap Nabi-Nya.

Hubungan dengan Rasulullah

Sebagian ulama dan sejarawan menduga bahwa burung merpati yang ada di sekitar Masjidilharam dan Masjid Nabawi adalah keturunan dari burung yang pernah berada di depan Gua Tsur.

Meski tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim ini, banyak umat Muslim percaya bahwa burung merpati di Mekkah memiliki kaitan khusus dengan sejarah Islam, sehingga keberadaan mereka dianggap penuh berkah.

Tradisi Memberi Makan Burung Merpati di Mekkah

sejarah burung merpati di mekkah
source image: sindo news

Amal yang Bernilai Pahala

Memberi makan burung merpati di Mekkah menjadi salah satu tradisi yang dilakukan oleh jemaah haji dan umrah. Banyak jemaah membawa biji-bijian, seperti jagung atau kacang hijau, untuk diberikan kepada burung-burung ini.

Meskipun terlihat sederhana, tindakan ini dianggap sebagai bentuk amal yang mendatangkan pahala. Dalam ajaran Islam, memberi makan makhluk Allah adalah wujud kasih sayang dan kebaikan yang diperintahkan.

Keajaiban yang Dialami Jemaah

Tidak sedikit jemaah yang berbagi kisah tentang keberkahan setelah memberi makan burung merpati di Mekkah. Salah satunya adalah cerita dari seorang jemaah bernama Darwis Syamsu Alam.

Setiap kali berangkat ke Tanah Suci, ia membawa lima kilogram kacang hijau untuk diberikan kepada burung merpati di sekitar Masjidilharam. Dalam pengalamannya, ia merasakan berbagai keajaiban yang terjadi selama perjalanan ibadahnya.

Sebagai contoh, Darwis pernah kehilangan barang-barangnya selama umrah, namun semuanya ditemukan kembali. Ponselnya yang tertinggal selama 45 menit di tempat wudu tetap utuh meskipun banyak orang lalu lalang.

Bahkan ada orang asing yang tiba-tiba memberinya uang tunai saat ia berada di Singapura. Semua ini ia yakini sebagai keberkahan dari niat baiknya memberi makan burung merpati di Mekkah.

burung merpati di mekkah
source image: detik news

Selain itu, terdapat kisah tentang bagaimana Rasulullah SAW saat hijrah ke Madinah mendapatkan perlindungan di Gua Hira. Saat itu, burung merpati bersama laba-laba berperan melindungi pintu gua dari pasukan Quraisy.

Kisah ini memperkuat keyakinan banyak jemaah bahwa burung merpati di Mekkah adalah simbol kasih sayang dan keberkahan.

Hingga kini, burung-burung merpati ini hidup bebas di sekitar Masjidilharam dan Masjid Nabawi. Para jemaah sering kali membawa makanan untuk mereka sebagai bentuk sedekah yang mendatangkan pahala.

Dengan berbuat kebaikan kecil seperti ini, para jemaah berharap mendapatkan balasan yang penuh berkah dari Allah SWT

Kehidupan Burung Merpati di Mekkah

Burung merpati di Mekkah hidup dalam kedamaian di tengah hiruk-pikuk kota suci. Mereka tidak takut mendekati manusia dan sering terlihat terbang di sekitar Masjidilharam.

Kehidupan mereka mencerminkan rasa hormat yang diberikan oleh umat Islam kepada makhluk ciptaan Allah.

Meski tidak ada hukum resmi, ada semacam larangan tidak tertulis untuk menangkap atau mengganggu burung merpati di Mekkah.

Larangan ini menunjukkan rasa hormat terhadap mereka sebagai makhluk yang telah menjadi bagian dari sejarah Islam dan simbol kedamaian di Tanah Suci.

Hikmah di Balik Keberadaan Burung Merpati

Keberadaan burung merpati di Mekkah mengajarkan umat Islam tentang pentingnya keikhlasan dalam beramal. Dengan memberi makan mereka.

Jemaah belajar berbagi tanpa mengharapkan imbalan. Tindakan ini, meskipun sederhana, memiliki nilai ibadah dan pahala yang mendalam.

Burung merpati di Mekkah sering dianggap sebagai simbol ketenangan. Kehadiran mereka di tengah kesibukan para jemaah menjadi pengingat untuk selalu menjaga ketenangan hati dalam menjalankan ibadah.

Dalam suasana yang penuh keberkahan, burung-burung ini mengajarkan makna harmoni dan kasih sayang sesama mahluk ciptaan Allah.

Penutup

Kisah burung merpati di mekkah bukan hanya bagian dari pemandangan kota suci, tetapi juga pengingat akan keajaiban, kasih sayang, dan keberkahan Allah.

Kisah mereka dalam sejarah Islam memberikan pelajaran berharga tentang perlindungan ilahi, sementara tradisi memberi makan mereka mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan keikhlasan.

Kehidupan burung merpati di Mekkah yang damai di tengah keramaian jemaah mencerminkan suasana penuh berkah di Tanah Suci.

Dengan menghormati dan memahami keberadaan burung merpati di Mekkah, kita dapat belajar untuk lebih bersyukur atas nikmat Allah dan menjalani hidup dengan lebih penuh kasih sayang kepada sesama makhluk-Nya.

Jika ingin melihat langsung keberadaan burung merpati di mekkah, yuk umroh bareng tazkiyah tour, kami menyediakan Paket Umroh Murah untuk Anda yang ingin beribadah sambil merasakan keajaiban selama berada di tanah suci.

November 20, 2024

Haid saat haji adalah tantangan yang tidak bisa diabaikan bagi wanita Muslim yang sedang menjalankan ibadah haji di Tanah Suci.

Selama masa menstruasi, wanita dihadapkan pada kewajiban untuk menahan diri dari pelaksanaan beberapa ritual penting, seperti tawaf, sai, dan shalat, yang merupakan bagian dari tantangan yang dihadapi oleh wanita saat sedang mengalami haid saat haji.

Situasi ini tidak hanya berdampak secara fisik, tetapi juga menimbulkan perasaan spiritual yang kompleks bagi jemaah wanita.

Dalam momen-momen seperti ini, pemahaman yang mendalam tentang pandangan agama, aturan, dan panduan praktis terkait haid saat menjalani ibadah haji sangatlah penting bagi wanita yang mengalami haid saat haji.

Dengan pemahaman yang baik, wanita yang sedang mengalami menstruasi dapat menghadapi situasi ini dengan kesabaran, kebijaksanaan, dan penuh rasa hormat terhadap nilai-nilai ibadah yang suci.

haid saat haji
Source Image: Mindarakyat.net

Wanita Haid Saat Haji

Wanita yang mengalami menstruasi saat menjalankan ibadah haji tetap harus mempertahankan ihramnya seperti jemaah lainnya.

Meskipun sedang haid, ia tetap melaksanakan semua amalan ibadah haji yang telah ditetapkan. Ini menunjukkan pentingnya kesungguhan dalam menunaikan kewajiban agama meskipun menghadapi tantangan fisik.

Dalam konteks ini, menjaga kepatuhan terhadap aturan-aturan ibadah menjadi kunci dalam menyelesaikan perjalanan haji dengan penuh rasa hormat dan pengabdian.

Perjalanan ibadah haji dimulai dari tanggal 8 Dzulhijjah dengan melakukan sunnah mabit di Mina, kemudian wukuf di Arafah pada tanggal 9, dilanjutkan dengan mabit di Muzdalifah, dan melempar jumrah pada hari ke-10, 11, 12, atau 13 Dzulhijjah.

Meskipun wanita sedang mengalami menstruasi, mereka tetap melibatkan diri dalam serangkaian ibadah haji saat haid dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

Pada saat yang sama, mereka memahami bahwa thawaf keliling Ka’bah tidak diperbolehkan selama masa haid, menunjukkan rasa hormat terhadap ketentuan agama yang mengatur hal tersebut.

Selain dilarang melakukan thawaf keliling Ka’bah, wanita yang sedang haid juga diwajibkan untuk menahan diri dari menjalankan ibadah-ibadah umum seperti shalat, puasa, dan menyentuh mushaf Al-Qur’an.

Meskipun merupakan bagian integral dari ibadah sehari-hari, kepatuhan terhadap aturan ini menunjukkan rasa hormat dan kesungguhan wanita dalam menjalankan ibadah meskipun sedang mengalami masa haid.

Sebagai keringanan, wanita yang sedang haid diberi pengecualian untuk tidak melakukan thawaf wada’. Ini adalah bentuk pemahaman agama yang bijaksana dan memperhatikan kondisi khusus yang dihadapi oleh wanita dalam perjalanan ibadah haji.

Dengan memperhatikan hal ini, aturan-aturan ibadah dapat dijalankan dengan baik sesuai dengan panduan agama tanpa meninggalkan rasa hormat dan ketaatan.

Ibnu Abbas melaporkan bahwa umat Islam diwajibkan untuk mengakhiri ibadah haji mereka dengan melakukan thawaf terakhir di Ka’bah, namun pengecualian diberikan kepada wanita yang sedang mengalami haid.

Ini menunjukkan adanya fleksibilitas dalam pengertian agama terhadap kondisi khusus yang dihadapi oleh wanita.

Meskipun tidak menjalankan thawaf wada’, wanita yang sedang haid tetap diberikan ruang untuk menyelesaikan ibadah haji dengan penuh rasa hormat dan kepatuhan.

wanita haid saat haji
Source Image: Blogspot.com

Wanita Haid yang Tidak Mungkin Melakukan Thawaf Ifadhah Hingga Balik ke Tanah Air

Wanita yang mengalami haid saat haji sering kali menghadapi tantangan yang kompleks, terutama terkait pelaksanaan thawaf ifadhah, salah satu rukun haji yang tidak dapat diabaikan.

Thawaf ini adalah bagian integral dari ibadah haji, namun, sesuai dengan kesepakatan para ulama, thawaf harus dilakukan dalam keadaan suci.

Oleh karena itu, wanita yang sedang haidh dilarang melaksanakan thawaf ifadhah.

Para ulama sepakat bahwa wanita yang mengalami haidh tidak diwajibkan untuk melakukan thawaf qudum atau thawaf wada’.

Mereka dianjurkan untuk menunggu hingga suci sebelum melaksanakan thawaf ifadhah.

Namun, masalah timbul jika wanita mengalami haid saat berada di Makkah dan tidak memungkinkan baginya untuk kembali ke sana setelah suci.

Para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai kebolehan wanita haidh melakukan thawaf dalam keadaan tersebut dan apakah thawaf tersebut sah.

Pendapat yang paling umum adalah bahwa thawaf dalam keadaan haid tetap diperbolehkan, dengan syarat bahwa wanita tersebut berusaha untuk bersuci sebisa mungkin sebelum melaksanakan thawaf.

Analoginya adalah dalam shalat, di mana syarat wudhu bisa diabaikan dalam keadaan sulit, seperti sakit atau tidak mampu berwudhu.

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah juga menyatakan bahwa thawaf tidak harus dilakukan dalam keadaan suci dari hadats kecil.

Namun, dalam situasi darurat atau kesulitan tertentu, seperti kondisi padatnya jamaah haji di sekitar Ka’bah, thawaf dalam keadaan haid masih diperbolehkan.

Hal ini mengikuti prinsip kemudahan dalam agama, sebagaimana firman Allah yang menyatakan bahwa Allah menghendaki kemudahan bagi umat-Nya.

Penggunaan Obat Penahan Haid Saat Haji

Penggunaan obat penahan haid saat haji merupakan sebuah solusi yang mungkin dipertimbangkan oleh wanita yang mengalami haid saat melakukan manasik haji.

Terutama dalam kondisi mendesak seperti musim haji, di mana perjalanan ke Haramain dari negeri kita begitu jauh, penggunaan obat semacam ini masih dianggap diperbolehkan.

Hal ini menjadi pertimbangan penting mengingat kompleksitas masalah yang timbul jika seorang wanita tiba-tiba mengalami haid saat haji.

Dalam konteks ini, para ulama memberikan pandangan yang memperbolehkan penggunaan obat penghalang haid saat haji.

Seorang ulama bernama ‘Atha’ menjelaskan bahwa wanita yang menggunakan obat untuk menghentikan menstruasinya diperbolehkan melaksanakan thawaf jika sudah suci.

obat penahan haid saat haji
source image: google

Namun, jika darah menstruasi masih keluar, maka thawaf tidak diperbolehkan dilakukan. Ibnu ‘Umar dan Abu Najih juga berpandangan serupa bahwa penggunaan obat semacam itu tidak menjadi masalah.

Imam Ahmad juga memperbolehkan penggunaan obat penghalang haid saat haji asalkan obat tersebut aman digunakan.

Syaikh Musthofa Al ‘Adawi menekankan bahwa penggunaan obat dalam keadaan mendesak, seperti adanya kebutuhan yang mendesak, dianggap tidak mengapa.

Jika menstruasi berhenti setelah mengonsumsi obat, wanita tersebut dianggap suci dan boleh melanjutkan ibadah seperti biasa.

Meskipun demikian, para ulama juga menegaskan bahwa haid adalah ketetapan Allah bagi wanita, dan sebaiknya tidak diganggu atau diintervensi.

Penggunaan obat penghalang haid tidak dianjurkan secara umum, namun jika digunakan dan tidak menimbulkan dampak negatif, maka tidak ada larangan untuk melakukannya.

Jika menstruasi berhenti setelah menggunakan obat, wanita tersebut dianggap suci dan tidak perlu mengqadha’ ibadah yang terlewatkan.

Prinsip kemudahan dan toleransi dalam agama Islam sangat diutamakan, sesuai dengan firman Allah yang menghendaki kemudahan bagi umat-Nya.

Ini menegaskan bahwa dalam Islam, keberpihakan pada kemudahan dan toleransi sangatlah penting dan diutamakan.

Hukum Menunda Haid Saat Haji

Dalam menghadapi tantangan haid saat haji, penting bagi wanita Muslim untuk memahami solusi yang tersedia.

Baik itu dalam bentuk pengecualian aturan haji maupun penggunaan obat penghalang haid, keduanya memberikan kemungkinan bagi wanita untuk tetap melaksanakan ibadah dengan penuh kepatuhan dan pengabdian.

Dengan demikian, mereka dapat menyelesaikan manasik haji dengan baik, sambil tetap memperhatikan rasa hormat dan kepatuhan terhadap aturan agama.

Hal ini menggambarkan bahwa dalam Islam, pentingnya kesungguhan dalam menjalankan ibadah sejalan dengan prinsip kemudahan dan toleransi yang Allah ajarkan.

November 19, 2024

Pengertian dan Pentingnya Mabit dalam Haji

Mabit adalah salah satu rangkaian penting dalam ibadah haji. Ibadah ini dilaksanakan di dua tempat utama, yaitu Muzdalifah dan Mina, yang memiliki keutamaan dan hikmah tersendiri.

Mabit di Muzdalifah, khususnya, bukan sekadar aktivitas bermalam, tetapi memiliki makna spiritual yang mendalam, yakni sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT setelah menjalani wukuf di Arafah

Mabit Itu Apa?

Mabit dalam konteks ibadah haji adalah kegiatan bermalam atau menginap di dua lokasi yang sangat penting, yaitu Muzdalifah dan Mina.

Mabit di Muzdalifah merupakan salah satu rangkaian kegiatan wajib dalam ibadah haji yang harus dilaksanakan oleh setiap jamaah haji setelah menyelesaikan wukuf di Arafah.

Kegiatan ini memiliki makna yang sangat dalam, karena selain sebagai kesempatan untuk beristirahat, juga sebagai bentuk ketaatan dan ketundukan terhadap Allah SWT.

Lokasi dan Pelaksanaan Mabit

Lokasi dan pelaksanaan mabit merupakan aspek penting dalam ibadah haji yang harus dipahami oleh setiap jamaah.

mabit di muzdalifah
source image: atlasislamica

Kegiatan yang dilaksanakan di Muzdalifah dan Mina, memiliki aturan dan ketentuan khusus yang perlu diperhatikan agar ibadah ini dapat dilaksanakan dengan sah dan sesuai tuntunan.

Dalam bagian ini, kita akan membahas lebih dalam mengenai kedua lokasi tersebut, serta bagaimana pelaksanaan mabit di masing-masing tempat untuk memastikan bahwa setiap langkah yang diambil dapat membawa keberkahan dan manfaat maksimal dalam ibadah haji.

Mabit di Muzdalifah

Mabit yang dilaksankan di Muzdalifah adalah bagian integral dari ibadah haji yang wajib dilakukan setelah berakhirnya wukuf di Arafah.

Muzdalifah terletak antara Arafah dan Mina, dan menjadi tempat beristirahat bagi para jamaah haji. Di sini, para jamaah melaksanakan salat Maghrib dan Isya secara jamak ta’khir (tertunda) serta mengumpulkan kerikil untuk lemparan jumrah pada hari-hari berikutnya.

Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pelaksanaan mabit di Muzdalifah hukumnya wajib, dengan ketentuan tertentu, seperti harus berada di sana setidaknya hingga tengah malam.

Mabit di Muzdalifah Merupakan Rangkaian dari Haji

Mabit di Muzdalifah bukan hanya sekadar kegiatan bermalam, tetapi merupakan bagian dari rangkaian besar ibadah haji yang membawa hikmah dan pelajaran spiritual.

mabit singkatan dari
source image: madaninews

Setelah berwukuf di Arafah, jemaah haji melanjutkan perjalanan menuju Muzdalifah untuk melaksanakan amalan yang telah ditentukan.

Mabit di Muzdalifah memberikan kesempatan untuk memperbanyak dzikir, doa, dan istighfar, serta merenung tentang seraangkaian perjalanan ibadah haji yang telah dilakukan. Adapun amalan yang dilakukan, seperti:

Mabit di Mina

Mabit di Mina adalah bagian lain dari kegiatan lain dalam ibadah haji.

Setelah menyelesaikan mabit di Muzdalifah, jemaah haji melanjutkan perjalanan menuju Mina untuk melakukan pelaksanaan jumrah pada hari-hari tasyrik, yakni pada tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah.

Hukum Mabit di Mina

Hukum mabit di Mina pada malam-malam tasyrik adalah wajib bagi sebagian besar jemaah haji.

Namun, bagi jemaah yang memiliki udzur tertentu seperti sakit atau usia lanjut, diperbolehkan untuk tidak melaksanakan mabit di Mina.

Hal ini mengacu pada hadits-hadits yang menunjukkan fleksibilitas dalam pelaksanaan ibadah, dengan tetap mengutamakan keselamatan dan kemudahan bagi setiap jamaah.

Tata Cara Kegiatan Mabit

Pelaksanaan ibadah mabit baik di Muzdalifah maupun Mina, memiliki tata cara dan aturan yang perlu dipahami dengan baik oleh setiap jamaah haji.

kegiatan mabit
source image: i.pinimg

Kegiatan ini bukan hanya sekadar bermalam, tetapi merupakan bagian penting dari rangkaian ibadah haji yang memiliki banyak hikmah dan keutamaan.

Aktivitas yang Dianjurkan Saat Mabit

Selama kegiatan, ada beberapa amalan yang dianjurkan untuk dilaksanakan, di antaranya adalah:

  • Menjama’ salat Maghrib dan Isya secara berjamaah.
  • Memperbanyak dzikir dan berdoa kepada Allah SWT.
  • Mengumpulkan batu kerikil yang akan digunakan untuk melempar jumrah pada hari-hari berikutnya.
  • Beristirahat dengan cukup untuk mempersiapkan diri menghadapi ibadah yang lebih berat keesokan harinya.

Durasi dan Ketentuan Waktu Mabit

Mabit di Muzdalifah harus dilakukan minimal hingga pertengahan malam. Bagi jemaah haji yang memiliki udzur, mereka bisa meninggalkan Muzdalifah setelah melewati tengah malam, tetapi harus memastikan bahwa mereka sudah melaksanakan amalan yang diwajibkan.

Selain itu, durasi mabit di Mina berlangsung selama tiga malam berturut-turut, yakni pada tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah, dengan ketentuan tertentu sesuai dengan kondisi jemaah.

Doa yang Dianjurkan Saat Mabit

Selama pelaksanaannya mabit, ada beberapa doa yang sangat dianjurkan untuk dibaca. Salah satunya adalah doa untuk memohon ampunan, keselamatan, dan kemudahan dalam menjalankan ibadah haji.

Selain itu, memperbanyak dzikir, membaca talbiyah, dan berdoa kepada Allah SWT juga dianjurkan untuk meningkatkan kualitas ibadah.

Hikmah dan Keutamaan Mabit

Kegitatan Mabit di Muzdalifah dan Mina mengandung banyak hikmah dan keutamaan bagi setiap jamaah haji. Di antaranya adalah:

  1. Meningkatkan Ketaatan
    Mabit di dua tempat ini mengajarkan setiap jamaah untuk meningkatkan ketaatan dan ketundukan terhadap Allah SWT.
  2. Kesempatan untuk Beristirahat
    Memberikan waktu bagi jamaah untuk beristirahat sejenak setelah melakukan ibadah yang berat, seperti wukuf di Arafah.
  3. Memperbanyak Dzikir dan Doa
    Kesempatan untuk memperbanyak dzikir dan doa, yang merupakan salah satu amalan utama dalam ibadah haji.
  4. Persiapan untuk Ibadah Lanjutan
    Melakukan persiapan fisik dan mental jamaah haji untuk melaksanakan ibadah yang lebih berat, seperti melempar jumrah dan melaksanakan salat di Mina.

Penutup

Dengan melaksanakan mabit di Muzdalifah dan Mina, jamaah haji dapat meraih keutamaan dan pahala yang sangat besar sebagai bagian dari ibadah haji yang sah dan diterima oleh Allah SWT.

Persiapkan perjalanan ibadah haji Anda dengan sempurna bersama tazkiyah tour travel haji khusus terpercaya! Dapatkan panduan lengkap, materi bimbingan, dan layanan yang akan memudahkan setiap langkah ibadah Anda.

Kami siap membantu Anda memahami setiap tahapan haji, termasuk pelaksanaan mabit di Muzdalifah dan Mina, agar ibadah Anda berjalan lancar dan penuh berkah.

Hubungi kami sekarang untuk informasi lebih lanjut dan pastikan perjalanan haji Anda menjadi pengalaman spiritual yang tak terlupakan!

November 16, 2024

Sa’i merupakan salah satu rukun dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah yang memiliki makna spiritual mendalam bagi umat Islam.

Rukun ini dilakukan dengan berjalan atau berlari kecil sebanyak tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah yang terletak di dalam Masjidil Haram, Makkah.

Dalam sejarahnya, sa’i mengenang perjuangan Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim, dalam mencari air untuk putranya, Ismail.

Ritual ini tidak hanya menjadi simbol dari kesabaran dan kepercayaan kepada Allah, tetapi juga sebagai manifestasi dari ketangguhan dan semangat dalam menghadapi cobaan hidup.

Dalam artikel ini, kita akan mendalami lebih lanjut mengenai aspek-aspek sa’i yang mungkin belum banyak diketahui oleh sebagian besar umat Islam.

Pembahasan akan difokuskan pada empat hal utama: sejarah dan asal-usul sa’i, syarat sa’i, tata cara pelaksanaannya, dan bacaan yang dibaca saat melaksanakan sa’i.

Dengan memahami keempat aspek ini, diharapkan pembaca dapat memperoleh wawasan yang lebih mendalam tentang sa’i, tidak hanya sebagai rukun ibadah tetapi juga sebagai perjalanan spiritual yang sarat akan hikmah dan pelajaran hidup.

Sejarah Ibadah Sa’i

Sejarah sa’i di antara Bukit Shafa dan Marwah berawal ketika Siti Hajar berusaha mencari air untuk putranya Ismail, yang tengah kehausan.

sa'i
hajiumrahnews.com

Pada saat itu, Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk meninggalkan istri dan anaknya di sebuah gurun yang sangat tandus.

Merasa bingung dan sedih atas rencana kepergian suaminya, Siti Hajar pun bertanya, “Hendak pergi kemanakah engkau Ibrahim?”

Nabi Ibrahim tidak menjawab dan tetap diam, membuat Siti Hajar semakin gelisah. Ia kemudian menambahkan, “Sampai hatikah engkau Ibrahim meninggalkan kami berdua di tempat sunyi dan tandus seperti ini?” Ibrahim masih tidak menjawab dan tidak menoleh.

Akhirnya, Siti Hajar bertanya lagi, “Adakah ini perintah dari Allah SWT?” Saat itu, Nabi Ibrahim menjawab, “Ya.” Mendengar jawaban tersebut, hati Siti Hajar menjadi lebih tenang.

Ia berkata, “Jika memang demikian, pastilah Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan nasib kita.”

Setelah meninggalkan Siti Hajar dan Ismail dengan bekal makanan dan minuman, persediaan tersebut lama-kelamaan habis. Siti Hajar kemudian berusaha mencari air untuk anaknya.

Dari tempat ia berada, Siti Hajar melihat Bukit Shafa dan segera bergegas menuju puncaknya, tetapi tidak menemukan apapun. Ia kemudian turun dan menuju Bukit Marwah, namun hasilnya tetap sama.

Ia berlari bolak-balik antara Bukit Shafa dan Marwah hingga tujuh kali.

Setelah tujuh kali berlari, Siti Hajar mendengar suara gemericik air dari Bukit Marwah. Ia segera menghampiri arah suara tersebut dan terkejut menemukan pancaran air deras yang keluar dari dalam tanah di bawah telapak kaki Nabi Ismail.

Air tersebut kini dikenal sebagai air zamzam, yang hingga kini tidak pernah surut atau kering. Orang-orang Arab yang melintasi kawasan tersebut kemudian memutuskan untuk tinggal, dan kawasan itu berkembang menjadi Kota Mekkah.

Peristiwa Siti Hajar tersebut menjadi dasar dari ibadah sa’i yang dilakukan oleh umat Muslim saat melaksanakan ibadah haji dan umrah.

Syarat Sa’i

Menurut Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah Kementerian Agama, ada 4 syarat sa’i. Keempat syarat itu adalah:

sa'i
hajiumrahnews.com

1. Didahului dengan tawaf
2. Sa’i dilakukan dimulai dari Bukit Safa dan berakhir di Marwa
3. Melakukan 7 kali perjalanan dari Bukit Safa ke Bukit Marwa dan sebaliknya dihitung 1 kali perjalanan
4. Harus dilakukan di tempat sa’i

Tata Cara Ibadah Sa’i

Berikut adalah tata cara sa’i yang perlu kamu ikuti ketika melaksanakan ibadah umrah.

sa'i
hajiumrahnews.com
  1. Untuk memulai amalan sa’i, kamu harus berjalan menuju Bukit Safa terlebih dahulu. Aktivitas ini dimulai setelah kamu menunaikan tawaf.
  2. Dalam pendakian, kamu diwajibkan berzikir dan merapalkan doa sesuai tuntunan.
  3. Setibanya di atas Bukit Safa, kamu harus menghadap ke arah kiblat dan mulai berzikir serta berdoa.
  4. Setelah itu, kamu dapat melanjutkan dengan melakukan sa’i, yaitu berjalan bolak-balik sebanyak tujuh kali antara Bukit Safa dan Bukit Marwah. Bagi jemaah yang sedang sakit atau sudah berusia lanjut, diperbolehkan menggunakan skuter matik atau kursi roda.
  5. Saat berjalan bolak-balik tujuh kali, kamu harus tetap berzikir dan berdoa. Kamu juga boleh menyelingi sa’i dengan melakukan salat fardhu jika waktu salat tiba.
  6. Perjalanan dari Bukit Safa ke Bukit Marwah dihitung satu kali, sehingga perjalanan dianggap selesai ketika kamu sudah sampai di Bukit Marwah untuk ketujuh kalinya.
  7. Sepanjang perjalanan, ketika mendaki, dan saat selesai melakukan sa’i, kamu wajib terus berzikir dan memanjatkan doa.

Bacaan Sa’i

Terdapat beberapa doa yang wajib dibaca dan dihafal selama melaksanakan sa’i dari awal sampai akhir. Berikut niat dan doa yang dibaca saat sa’i ibadah haji.

sa'i
tribunnewswiki.com

1. Niat melaksanakan sa’i

أَبْدَأُ بِمَا بَعْدَ اللَّهِ بِهِ وَرَسُولُهُ. إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ. فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا. وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

Abda ubimaa ba’da Allahu bihi Warasuulluh. Innasshafaa wa marwata min sya’aairillaah faman hajjal baita awi’tamara fallaa junaaha ‘alaihi ansyathawwa fabi himaa wamantathawwa ‘akhairan fa innallaha syaakirun ‘aliim.

Artinya: “Aku memulai apa yang sudah dimulai oleh Allah dan oleh Rasul. Sesungguhnya bukit Shafa dan bukit Marwah sebagian dari tanda kebesaran Allah.”

“Barang siapa yang pergi haji ke rumah Allah atau umrah maka tidak ada dosa bagi yang mengerjakan sa’i di antara keduanya.”

2. Doa saat mendaki bukit Shafa Marwah

اِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ

Innas-safa wal-marwata min sya’a’irillah.

Artinya: “Sesungguhnya Shafa dan Marwah merupakan sebagian syiar agama Allah.”

Lihat Juga :

3. Doa setelah tiba di atas bukit Shafa berbatu sambil menghadap Ka’bah

هُ اَكْبَرْ ٣× لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ، اللهُ اَكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ، اللهُ اَكْبَرْ عَلَى مَا هَدَانَا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى مَااَوْلَانَا لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِ وَيُمِيْتُ بِيَدِهِ الْخَيْرِ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ

Allohu-akbar 3x La-ilaha ilallohu wa llahu akbar, Allahu akbar walilahil-hamd, Allohu-akbar ‘ala mahadana wal-hamdulillahi ‘ala ma aulana.

La-ilaha ilalloh wahdahu lasyarikalahu lahul-mulku walahul hamdu yuhyi wayumitu biyadihil-khoiri wahuwa ‘ala kuli syai-ingqodir.

Artinya : “Allah Maha Besar 3x, Tidak ada Tuhan kecuali Allah. Allah maha besar, segala puji bagi Allah, Allah Maha besar, atas petunjuk yang diberikan-Nya kepada kami, segala puji bagi Allah atas karunia yang telah dianugerahkan-Nya kepada kami.”

“Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujian. Dialah yang menghidupkan dan yang mematikan, pada kekuasaan-Nya lah segala kebaikan dan Dia berkuasa atas segala sesuatu.”

4. Doa di antara dua pilar hijau

رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاعْفُ وَتَكَرَّمْ وَتَجَاوَزْ عَمَّا تَعْلَمُ إِنَّكَ تَعْلَمُ مَالاَ نَعْلَمُ إِنَّكَ أَنْتَ اللهُ الاَعَزُ الاَكْرَمُ.

Rabbighfir warham wa’fu wa takarram, wa tajaawaz ammaa ta’lam innaka ta’lamu maa laa na’lamu, innaka antallahul-a’azzul-akram.

Artinya: “Tuhanku, ampunilah, sayangilah, maafkanlah, bermurah hatilah dan hapuskanlah apa-apa yang Engkau ketahui.”

“Sesungguh Engkau Maha Mengetahui apa-apa yang tidak kami ketahui. Sesungguhnya Engkaulah Allah Yang Maha Mulia dan Maha Pemurah”.

5. Doa ketika sampai di bukit Marwah sesudah sa’i

اللّهُمَّ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا وَعَافِنَا وَاعْفُ عَنَّا وَعَلَى طَاعَتِكَ وَشُكْرِكَ أَعِنَّا وَعَلَى غَيْرِكَ لاَتَكِلْنَا وَعَلَى اْلإِيْمَانِ واْلإِسْلاَمِ الَكَامِلِ جَمِيْعًا تَوَفَّنَا وَأَنْتَ رَاضٍ عَنَّا اللّهُمَّ ارْحَمْنِيْ أَنْ أَتَكَلَّفَ مَالاَ يَعْنِيْنِيْ وَارْزُقْنِيْ حُسْنَ النَّظَرِ فِيْمَا يُرْضِيْكَ عَنِّيْ يَاأَرْحَمَ الرَّا حِمِيْنَ.

Allaahumma rabbanaa taqabbal minnaa wa ‘aafinaa wa ‘fu ‘annaa wa ‘alaa tha ‘atika wa syukrika a’innaa wa ‘alaa ghairika laa takilnaa wa alal limaani wal islaamil kaamili jamilan tawaffanaa wa anta raadhin.

Allaahumma rhamnii bitarkil ma’aashii abadan maa abgaitanii wa ‘rhamnii an atakallafa laa ya’niinii wa ‘rzuqnii husnan nazhari fii maa yurdhiika ‘annil yaa Arhamar raahimiin.

Artinya: “Ya Allah, terimalah amalan kami, sehatkanlah kami, maafkanlah kesalahan kami dan tolonglah kami untuk taat dan bersyukur kepada-Mu.”

“Jangan Engkau jadikan kami bergantung selain kepada-Mu. Matikanlah kami dalam iman dan Islam secara sempurna dan Engkau rida.

“Ya Allah rahmatilah kami sehingga mampu meninggalkan segala maksiat selama hidup kami, dan rahmatilah kami sehingga tidak berbuat hal yang tidak berguna.”

“Karuniakanlah kami pandang yang baik terhadap apa-apa yang membuat-Mu rida terhadap kami, wahai Tuhan Yang Maha Pengasih dari segala yang pengasih.”

November 16, 2024

Miqat adalah salah satu elemen penting yang harus dipahami oleh jemaah haji dan umrah. Sebagai penanda dimulainya ritual ibadah, miqat memiliki aturan khusus yang tidak boleh dilanggar.

Pemahaman yang baik tentang ketentuan ini membantu jemaah melaksanakan ibadah dengan sah sesuai syariat Islam.

Apa Itu Miqat?

Dalam syariat Islam, istilah ini merujuk pada batasan waktu atau tempat yang telah ditetapkan untuk memulai niat ibadah haji dan umrah. Ketentuan ini wajib dipatuhi oleh setiap muslim agar ibadah yang dilaksanakan dianggap sah sesuai dengan syariat.

Miqat Artinya dan Maknanya

Secara bahasa, miqat berasal dari kata Arab yang berarti “waktu tertentu” atau “tempat tertentu.” Dalam konteks haji dan umrah, pembagian dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah terdiri dari dua jenis, yaitu batas tempat dan batas waktu.

Macam-Macam Miqat

Miqat dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu berdasarkan waktu pelaksanaan dan tempat dimulainya niat:

miqat
source image: i.ytimg

Miqat Makani

Batas tempat yang telah ditentukan untuk memulai ihram, Berikut adalah lima lokasi miqat makani:

  1. Dzul Hulaifah (Bir Ali):
    Digunakan oleh penduduk Madinah dan mereka yang melewati jalur tersebut. Lokasinya sekitar 9 km dari Madinah.
  2. Yalamlam (As-Sa’diyyah):
    Tempat bagi penduduk Yaman, Indonesia, Malaysia, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
  3. Qarnul Manazil (As-Sail):
    Tempat bagi penduduk Najd, negara-negara Teluk, dan jemaah yang melewati rute ini.
  4. Al-Juhfah:
    Temat untuk penduduk dari Syam (Lebanon, Suriah, Palestina, dan Yordania) serta negara-negara Afrika Utara.
  5. Dzatu ‘Irqin:
    Digunakan oleh jemaah dari Irak dan kawasan sekitarnya.

Miqat Zamani

Batas waktu yang ditentukan untuk pelaksanaan ibadah haji dan umroh adalah rentang waktu tertentu yang harus dipatuhi jemaah untuk memastikan sahnya ibadah tersebut

  • Haji:
    Waktu haji dimulai sejak awal bulan Syawal hingga terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah. Para ulama memiliki tiga pendapat tentang kapan bulan haji berakhir:
    1. Syawal, Dzulqa’dah, dan 10 hari pertama Dzulhijjah (Mazhab Hanbali).
    2. Syawal, Dzulqa’dah, dan 9 hari pertama Dzulhijjah (Mazhab Syafi’i).
    3. Syawal, Dzulqa’dah, dan seluruh bulan Dzulhijjah (Mazhab Maliki).
  • Umrah:
    Waktunya berlangsung sepanjang tahun tanpa batasan khusus.

Tempat Miqat

Tempat ini ditentukan berdasarkan asal keberangkatan jemaah dan rute yang dilalui menuju Mekkah. Berikut merupakan tempat miqat yang di tempati khusus jemaah haji asal indonesia.

Tempat Miqat Orang Indonesia

Jemaah haji asal Indonesia memiliki beberapa pilihan lokasi untuk memulai ihram, tergantung pada rute perjalanan:

miqat artinya
source image: hajiumroh
  1. Bir Ali (Dzul Hulaifah):
    Lokasi ini digunakan oleh jemaah yang mendarat di Madinah. Sebelum menuju Mekkah, jemaah akan singgah di Masjid Bir Ali untuk berniat, mengenakan ihram, dan melaksanakan salat sunah ihram.
  2. Yalamlam:
    Bagi jemaah yang terbang langsung ke Jeddah,  biasanya dilakukan di atas pesawat saat melintasi Yalamlam.
    Sebelum penerbangan, jemaah sudah harus berpakaian ihram.Kru pesawat akan mengumumkan waktu untuk berniat dan mengucapkan talbiyah.
  3. Bandara King Abdul Aziz, Jeddah:
    Jika jemaah belum melakukan miqat di pesawat, mereka dapat mengambil pada saat di bandara. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang mengesahkan lokasi ini sebagai tempat miqat.

Langkah-Langkah Saat Melakukan Miqat

Melakukan ibadah haji dan umrah memerlukan pemahaman yang tepat tentang aturan syariat, termasuk tahapan saat memulai dari tempat atau waktu yang telah ditentukan.

Berikut adalah langkah-langkah penting yang perlu dilakukan:

  1. Mengenakan Pakaian Ihram:
    Jemaah laki-laki hanya mengenakan dua helai kain putih, sementara jemaah perempuan mengenakan pakaian yang sesuai syariat.
  2. Salat Sunah Ihram:
    Jemaah dianjurkan melaksanakan salat sunah ihram dua rakaat sebelum berniat.
  3. Mengucapkan Niat:
    Mengucapkan Niat yang dilakukan dengan lisan dan hati sesuai dengan jenis ibadah yang akan dilaksanakan, baik umrah maupun haji.
  4. Mematuhi Larangan Ihram:
    Setelah ihram, berlaku larangan tertentu seperti tidak mencukur rambut, memotong kuku, menggunakan wangi-wangian, atau melakukan hubungan suami istri.

Penutup

Pemahaman yang mendalam tentang batas tempat dan waktu sangat penting untuk memastikan pelaksanaan ibadah yang sah. Lokasi seperti Bir Ali dan Yalamlam menjadi tempat utama bagi jemaah Indonesia.

Dengan mempersiapkan diri dengan baik, termasuk memahami tata cara tersebut, insya Allah ibadah haji dan umrah akan menjadi lebih khusyuk dan diterima oleh Allah SWT.

Tunaikan ibadah haji dan umrah dengan sempurna bersama travel umroh terpercaya! Pelajari segala hal tentang batas tempat dan waktu yang harus dipatuhi untuk memastikan ibadah Anda sah dan diterima oleh Allah SWT. Persiapkan perjalanan suci Anda dengan pengetahuan yang tepat, dan rasakan kedamaian hati dalam setiap langkahnya.