Hi, How Can We Help You?
  • Makassar 90231, Sulawesi Selatan, Indonesia
  • Email: tazkiyahmandiri@gmail.com

Category Archives: Peristiwa

Juni 10, 2024

Selama sepuluh hari pertama bulan Zulhijah adalah waktu yang sangat dianjurkan untuk beribadah. M. Ishom el-Saha, Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin di Banten, menegaskan pentingnya periode ini.

Ada sepuluh amalan yang dianjurkan bagi umat muslim selama sepuluh hari pertama bulan Zulhijah ini.

Amalan-amalan ini disebutkan dalam firman Allah yang tercantum dalam Al-Qur’an. Barang siapa yang melaksanakannya dalam sepuluh hari pertama bulan Zulhijah, pahalanya setara dengan ibadah Haji dan Umrah.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ

Artinya: “Dan mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan” (QS. Al-Hajj: 28).

bulan zulhijah

Menurut Kemenag, hari-hari yang dimaksud adalah sepuluh hari pertama bulan Zulhijah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW.

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ.

Artinya: “Tidak ada hari-hari di mana amal shalih lebih dicintai Allah daripada hari-hari ini. Yaitu sepuluh hari pertama bulan Zulhijah. Para sahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, bahkan jihad di jalan Allah tidak lebih utama darinya?’ Beliau menjawab: ‘Bahkan jihad di jalan Allah tidak lebih utama darinya, kecuali seseorang yang berjuang dengan diri dan hartanya dan tidak kembali dengan apa pun.'” (HR Bukhari dan Muslim)

10 Amalan di Bulan Zulhijah

Sepuluh amalan yang dimaksud jika dilaksanakan dalam bulan Zulhijah, maka pahalanya melebihi pahala jihad dan setara dengan berhaji dan umrah adalah sebagai berikut:

1. Membantu mencukupi kebutuhan saudara yang kurang mampu. Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib berkata:

مشيك في حاجة أخيك المسلم خير لك من حجة بعد حجة

Artinya: Langkahmu untuk membantu kebutuhan saudaramu lebih mulia dari haji berulang kali.

2. Berbakti kepada kedua orang tua. Nabi Muhammad SAW bersabda:

عن أنس أن النبي صلى الله عليه وسلم وصى رجلاً ببر أمه وقال له “أنت حاج ومعتمر ومجاهد” ويعني: إذا برها.

Dari sahabat Anas, Nabi Muhammad SAW pernah berpesan kepada seseorang untuk berbakti kepada ibunya. Beliau bersabda: “Kamu seperti berhaji, berumrah, dan berjuang di jalan Allah.”

amalan di bulan dzulhijjah

3. Menjalankan tugas sesuai keahliannya untuk bangsa, negara, dan agama.

4. Menjaga lisan agar tidak menyakiti orang lain. Ibnu Iyadh berkata:

قال الفضيل بن عياض: ما حج ولا رباط ولا جهاد أشد من حبس اللسان.

Artinya: “Tidak ada amalan haji, mengikat hewan kurban, dan jihad yang lebih berat dilakukan selain menjaga mulut dan lisan.”

5. Mengerjakan salat Isya dan salat Subuh berjamaah. Ubah bin Ibnu Ghafur berkata:

قال عقبة بن عبد الغافر: صلاة العشاء في جماعة تعدل حجة وصلاة الغد في جماعة تعدل عمرة

Artinya: “Salat Isya berjamaah setara dengan berhaji. Salat Subuh berjamaah setara dengan berumrah.”

6. Mengerjakan salat Subuh berjamaah, dilanjutkan dengan berzikir hingga terbit matahari dan kemudian melaksanakan salat Isyraq. Nabi Muhammad SAW bersabda:

عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: “من صلى الصبح في جماعة ثم جلس في مصلاه يذكر الله حتى تطلع الشمس ثم صلى ركعتين كان له مثل أجر حجة وعمرة تامة”

7. Berangkat lebih awal ke masjid untuk salat Jumat, berdasarkan hadits yang diriwayatkan Said bin al-Musayyab.

8. Bersuci dari rumah untuk menunaikan salat wajib di masjid, sebagaimana hadits Nabi:

عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: “من تطهر في بيته ثم خرج إلى المسجد لأداء صلاة مكتوبة فأجره مثل أجر الحاج المحرم ومن خرج لصلاة الضحى كان له مثل أجر المعتمر”

Artinya: “Barang siapa bersuci di rumahnya kemudian keluar untuk salat wajib di masjid, pahalanya seperti melakukan haji. Adapun yang melaksanakan salat Dhuha di masjid, mendapatkan pahala seperti umrah.”

amalan di bulan dzulhijjah rumaysho

9. Berzikir dengan membaca tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil sebanyak 33 kali setelah selesai salat wajib, sesuai hadits yang menceritakan seorang miskin menghadap Nabi karena tidak punya biaya. Rasulullah menyuruhnya untuk bertasbih, tahmid, takbir, dan tahlil sebanyak 33 kali.

10. Puasa Tarwiyah (8 Zulhijah) dan puasa Arafah (9 Zulhijah).

Manfaatkan sepuluh hari pertama bulan Zulhijah sebaik mungkin karena pahalanya setara dengan haji dan umrah.

April 30, 2024

Kiblat pertama umat Islam, yang mengarah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem, menjadi titik awal yang penting dalam sejarah dan pengembangan peradaban Islam.

Perpindahan dari kiblat pertama umat Islam ini ke Masjidil Haram di Makkah tidak hanya merupakan pergeseran arah fisik dalam ibadah, tetapi juga mengandung makna simbolis yang mendalam, memperkuat kesatuan umat Islam dalam ketaatan kepada Allah SWT.

Sejarah Kiblat Pertama Umat Islam

Sejarah kiblat pertama umat Islam dimulai dari masa kenabian Nabi Muhammad SAW di Makkah dan Madinah. Pada awalnya, umat Islam diwajibkan untuk menghadap ke Masjidil Aqsa saat melaksanakan salat.

kiblat pertama umat islam
Source Image: Muslim Okezone.com

Namun, setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, Allah SWT memerintahkan perubahan kiblat pertama umat Islam ke arah Masjidil Haram di Makkah.

Perintah ini, disampaikan melalui wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW, merupakan titik penting dalam sejarah Islam, menandai evolusi dan pertumbuhan umat Islam.

Perubahan kiblat pertama umat Islam dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram tidak hanya memiliki implikasi fisik, tetapi juga simbolis yang sangat penting.

Menghadap ke arah Ka’bah di Masjidil Haram adalah bukti ketaatan kepada Allah SWT dan menegaskan identitas umat Islam sebagai komunitas yang bersatu dalam ketaatan dan ibadah.

Ka’bah, sebagai simbol persatuan, menghilangkan batas geografis dan etnis yang memisahkan umat Islam di seluruh dunia.

Kiblat memiliki peran sentral dalam ibadah umat Islam. Sebagai arah yang dituju saat salat, kiblat menjadi pengingat akan ketaatan dan koneksi spiritual dengan Allah SWT.

Perpindahan kiblat dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram menandai evolusi dalam praktek ibadah umat Islam, menegaskan perubahan dan perkembangan dalam ajaran Islam dari masa ke masa.

Masjid Qiblatain di Madinah menjadi saksi dari perpindahan kiblat pertama salat umat Islam.

kiblat pertama umat islam adalah
Source Image: Jam Digital Masjid

Perubahan kiblat dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram tercatat dalam sejarah Islam dan diabadikan melalui tempat ibadah ini.

Bagi jemaah haji, Masjid Qiblatain menjadi titik penting untuk memahami sejarah dan makna perubahan kiblat pertama umat Islam dalam ibadah mereka.

Ka’bah, sebagai kiblat umat Islam, telah mengalami berbagai renovasi untuk memastikan keutuhan dan keberlangsungan bangunan suci ini.

Renovasi ini tidak hanya menunjukkan perhatian terhadap aspek fisik bangunan, tetapi juga pentingnya mempertahankan warisan spiritual umat Islam.

Renovasi Ka’bah menjadi simbol komitmen umat Islam dalam menjaga dan memperkuat hubungan mereka dengan kota suci Makkah.

Pergeseran kiblat pertama umat Islam dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram adalah peristiwa penting dalam sejarah Islam yang mencerminkan banyak makna dan nilai yang mendalam dalam peradaban Muslim.

Pertama-tama, perubahan kiblat ini menunjukkan pengaruh dan otoritas langsung dari Allah SWT dalam menetapkan tata cara ibadah umat-Nya.

Dengan menunjukkan bahwa perubahan arah kiblat adalah perintah langsung dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW, Islam menegaskan bahwa ajaran dan tata cara ibadahnya berasal dari wahyu Ilahi yang harus diikuti dengan taat.

Kemudian, pergeseran kiblat juga melambangkan kesatuan umat Islam di seluruh dunia.

Meskipun umat Muslim tersebar di berbagai negara dan budaya, menghadap ke arah yang sama saat shalat menggambarkan kesatuan dalam keyakinan dan tujuan ibadah.

Ini mencerminkan konsep “ummah” dalam Islam, di mana umat Islam di seluruh dunia dianggap sebagai satu komunitas yang bersatu dalam iman.

Selain itu, perpindahan kiblat dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram memperkuat hubungan historis umat Islam dengan tanah suci Makkah dan Ka’bah.

Ka’bah, yang dibangun oleh Nabi Ibrahim (Abraham) dan putranya Ismail (Ishmael), dianggap sebagai tempat ibadah tertua dan paling suci dalam Islam.

sejarah kiblat pertama umat islam
Source Image: Kompas.com

Dengan menghadap ke Ka’bah saat shalat, umat Islam menghormati sejarah panjang agama mereka dan memperkuat ikatan dengan nenek moyang mereka.

Perubahan kiblat ini juga memiliki implikasi politis dan sosial yang penting dalam sejarah Islam.

Hal ini menandai keberanian Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi tekanan politik dan oposisi dari kelompok-kelompok lain, seperti Yahudi dan musyrikin Quraisy, yang mencoba menggugat otoritasnya sebagai nabi.

Meskipun menghadapi kritik dan ejekan, Nabi Muhammad SAW tetap teguh dalam mematuhi perintah Allah SWT.

Secara keseluruhan, perpindahan kiblat dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram adalah sebuah peristiwa yang memiliki makna yang mendalam dalam peradaban Islam.

Ini mencerminkan hubungan yang erat antara agama, sejarah, politik, dalam Islam, serta menegaskan prinsip-prinsip kesatuan, ketaatan, dan keberanian dalam menjalankan ajaran Allah SWT.

 

April 28, 2024
Sejarah Batu Hajar Aswad merupakan salah satu cerita yang menjadi pusat perhatian dan kekaguman dalam tradisi Islam.
Batu hitam yang terletak di salah satu sudut Ka’bah di Makkah ini memiliki asal-usul, keunikan, dan peran penting dalam ibadah haji yang dianggap suci dan tak ternilai harganya bagi umat Islam di seluruh dunia.

Batu Hajar Aswad Pertama Kali

Asal-usul Batu Hajar Aswad yang diilhami adalah salah satu elemen paling mempesona dalam sejarah Islam.

Dalam berbagai riwayat, batu ini dipandang sebagai anugerah langsung dari surga, diberikan kepada Nabi Ismail AS melalui perantara Malaikat Jibril.

Kisah ini menjadi bukti yang mengagumkan akan pemuliaan Allah terhadap Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS, serta penugasan ilahi yang mereka laksanakan dalam membangun Ka’bah.

Peran Malaikat Jibril sebagai perantara menunjukkan pentingnya batu ini dalam rencana ilahi, dan penampilannya dianggap sebagai tanda keberadaan ilahi dalam setiap detil pembentukan Ka’bah.

batu hajar aswad
Source Image: Arrahmah Tour

Keyakinan ini memperkuat keyakinan umat Islam akan keagungan dan kekuasaan Allah SWT serta menegaskan pentingnya Ka’bah dalam tradisi keagamaan mereka.

Sebagai simbol dari hubungan langit-bumi, asal-usul surgawi Batu Hajar Aswad menginspirasi penghormatan dan kekaguman yang mendalam sepanjang masa, menjadikan batu hitam ini sebagai titik fokus dalam ibadah umat Islam.

Keunikan yang Memikat

Batu Hajar Aswad bukanlah sekadar batu biasa keberadaannya menawarkan keunikan yang memukau dan mendalam.

Terletak di sudut Ka’bah, batu ini tidak hanya menjadi pusat perhatian, tetapi juga menjadi objek kultus dalam ibadah haji.

Namun, keunikan sejati Batu Hajar Aswad tidak hanya terletak pada perannya dalam ibadah, tetapi juga pada transformasinya dari putih suci menjadi hitam legam.

Warna putih asal Batu Hajar Aswad, menurut beberapa narasi, dikatakan mencerminkan kesucian surga.

Namun, perubahan warna menjadi hitam menjadi pengingat akan dosa-dosa manusia dan hubungan mereka dengan ilahi.

Setiap sentuhan pada batu ini menjadi pengingat akan kedalaman arti dan makna di baliknya.

batu hajar aswad pertama kali
Source Image: Kompas.com

Ini adalah pengingat yang kuat akan keberadaan ilahi dan perlunya pengampunan, menghubungkan para penganut Islam dengan akar-akar kepercayaan mereka dan sejarah agama mereka.

Selain itu, posisi Batu Hajar Aswad di sudut Ka’bah menandai peran pentingnya dalam pelaksanaan thawaf, ritual mengelilingi Ka’bah yang menjadi bagian integral dari ibadah haji.

Sebagai bagian dari ritual ini, jemaah haji mencium atau menunjukkan hormat kepada Hajar Aswad, memperkuat ikatan mereka dengan Ka’bah dan sejarah agama Islam.

Setiap momen yang dihabiskan di hadapan Batu Hajar Aswad menjadi pengalaman yang mendalam dan suci bagi umat Islam, mempererat hubungan  mereka dengan pencipta mereka.

Bingkai perak putih yang mengelilingi batu ini menambah keindahan dan kekhususan yang mendalam bagi Batu Hajar Aswad.

Bingkai tersebut bukan hanya elemen dekoratif, tetapi juga menambah suasana sakral dan khidmat bagi umat Islam yang melaksanakan ibadah di sana.

Dengan keindahan yang mempesona dan makna yang dalam, Batu Hajar Aswad menjadi titik fokus bagi umat Islam yang melakukan ibadah haji, menginspirasi dan memperdalam pengalaman mereka di hadapan Ka’bah yang suci.

Batu Hajar Aswad memiliki peran sentral yang tak ternilai dalam ibadah haji, sebuah perjalanan spiritual yang dianggap sebagai salah satu dari lima rukun Islam.

Sebagai salah satu dari tujuh rukun utama ibadah haji, kehadiran Hajar Aswad tidak hanya memperkaya dimensi spiritual dari ritual ini, tetapi juga menghubungkan para jemaah haji dengan sejarah agung Islam.

Mencium atau menunjukkan hormat kepada Hajar Aswad dalam ritual thawaf, yang merupakan serangkaian pengelilingan Ka’bah, menjadi tanda penghormatan kepada Allah SWT, Nabi Ibrahim AS, dan tradisi keagamaan Islam secara keseluruhan.

Tindakan ini juga merupakan ekspresi dari pengabdian dan cinta yang mendalam kepada pencipta mereka.

Melalui sentuhan yang sederhana tetapi berarti ini, umat Islam memperbarui komitmen mereka terhadap agama mereka dan merasakan kembali hubungan yang dalam dengan Allah SWT.

Peran Hajar Aswad dalam ibadah haji juga mengingatkan para jemaah haji akan keterkaitan mereka dengan sejarah agung Islam.

Sebagai bagian dari Ka’bah yang diperintahkan oleh Allah untuk dibangun oleh Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS, Hajar Aswad menjadi saksi bisu dari peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Islam.

batu hajar aswad adalah
Source Image: L.tru

Setiap kali seorang jemaah haji menghadap dan mencium Hajar Aswad, mereka mengingat kembali kisah-kisah keberanian, ketekunan, dan pengabdian dari para nabi dan rasul yang datang sebelum mereka.

Dalam kesimpulannya, Hajar Aswad tidak hanya menjadi sebuah batu hitam di sudut Ka’bah; ia juga menjadi simbol kekuatan, kehormatan, dan keagungan dalam tradisi Islam.

Sejarahnya yang kaya, keunikan fisiknya, dan peran pentingnya dalam ibadah haji membuatnya menjadi objek penghormatan dan inspirasi bagi jutaan umat Islam di seluruh dunia.

Dalam sentuhan sederhana tetapi bermakna dengan Hajar Aswad, umat Islam mengalami kembali kekuatan spiritual dan mendapatkan dorongan untuk melanjutkan perjalanan mereka dalam keimanan dan pengabdian kepada Allah SWT.

 

April 22, 2024

Al Ula, dulunya sebuah kota yang sunyi dan terbengkalai di Arab Saudi, telah mengalami transformasi luar biasa menjadi destinasi favorit bagi wisatawan internasional.

Terletak di barat laut Kerajaan Arab Saudi, sekitar 1100 km dari Riyadh, ini adalah bagian dari proyek “Visi 2023” yang bertujuan menarik 100 juta pengunjung ke Arab Saudi setiap tahunnya.

Sejak dibuka untuk umum pada 2019, Al Ula telah giat mempromosikan pariwisata, menampilkan berbagai daya tarik, mulai dari situs bersejarah hingga keindahan alam dan arsitektur batu.

al ula
Source Image : kompas.com

Penasaran tentang sejarah dan fakta-fakta seputar Al Ula? Mari kita telusuri lebih lanjut.

Sejarah Al Ula di Arab Saudi

Sejarah Al Ula telah menapaki jejak-jejak masa lalu yang memukau. Kota yang kini terletak di provinsi Tabuk, Arab Saudi, ini pada zaman dahulu adalah salah satu peradaban paling maju di zamannya.

Al Ula menjadi pusat perdagangan di Jalur Dupa, jalur perdagangan utama yang menghubungkan Mediterania dengan Arabia Selatan dan Afrika Timur.

Pada abad ke-6 SM, Al Ula menjadi ibu kota kerajaan Dadan dan Lihyan, yang kaya dengan sistem irigasi dan pertanian di Lembah Al Ula.

Tahun 100 SM, Al Ula, yang saat itu dikenal sebagai Hegra, menjadi ibu kota selatan Kerajaan Nabatea.

Peradaban ini mewarisi warisan budaya yang memukau, seperti fasad makam yang dipahat indah, sistem pengelolaan air yang canggih, dan kemajuan pertanian di dataran Hegra.

Sebagai kota strategis, Al Ula berada di tengah-tengah Jalur Dupa, menghubungkan Mediterania dengan Arabia Selatan dan Afrika Timur.

Dengan posisi yang strategis antara pantai Arabian Gulf dan Red Sea, Al Ula menjadi pusat perdagangan penting.

Para pedagang dari Persia, India, dan Yaman berkumpul di sini, membawa serta keberagaman budaya yang tercermin dalam seni dan kebudayaan yang tersimpan di Al Ula.

Di bawah pemerintahan Kerajaan Nabatea, Al Ula menjadi pusat perhatian para pelancong dan arkeolog yang tertarik dengan sejarah dan budaya.

Fasad makam yang memukau, sistem pengelolaan air yang canggih, dan kemajuan pertanian di dataran Hegra menarik para wisatawan dan peneliti.

Al Ula menarik tidak hanya bagi pelancong yang ingin menikmati warisan budayanya, tetapi juga bagi para arkeolog yang ingin mengungkap lebih lanjut tentang peradaban di sana.

sejarah al ula
Source Image : saudi arabia tours

Fakta Kota Al Ula

Al Ula menawarkan sejumlah spot menarik untuk dieksplorasi. Daya tarik utamanya, Jabal Al Fil, menampilkan lanskap padang pasir dengan formasi batu yang secara alami menyerupai gajah.

Wisatawan juga dapat mengunjungi Oasis Al Ula, Kota Tua, monumen makam, dan Hegra. Berikut beberapa fakta menarik tentang Al Ula dari berbagai sumber:

1. Situs Warisan Dunia UNESCO

Tempat ini memiliki situs bersejarah yang spektakuler, menjadi surganya para arkeolog.

Salah satu situs tersebut adalah Hegra, yang telah diakui sebagai situs Warisan Dunia UNESCO pertama di Arab Saudi.

Hegra mempersembahkan keindahan dan kemegahan peradaban Nabatea kuno, menjadi saksi bisu dari kejayaan masa lalu yang menginspirasi dan memukau pengunjung dengan arsitektur batu yang dipahat dengan indahnya.

2. Kota Terkutuk

Wilayah Al Ula, khususnya Hegra, telah dianggap sebagai kota yang terkutuk dan dihuni oleh aura yang mencekam selama berabad-abad.

Menurut catatan dari Imigrasi Arab Saudi, Hegra, yang juga dikenal sebagai Madain Saleh, bukan sekadar tempat tinggal suku Thamud, tetapi juga menjadi saksi bisu dari ketidakpatuhan mereka terhadap ajaran Tuhan, yang berujung pada kutukan-Nya.

Dalam tradisi Islam, kisah Thamud dan kedatangan azab Allah SWT menjadi bagian penting dalam memahami sejarah wilayah ini.

Hegra, dengan segala misteri dan aura kegelapan, menawarkan perspektif yang mendalam tentang perjalanan  kehidupan manusia di masa lalu.

3. Dilarang bagi Muslim

Al Ula, terutama Hegra, dianggap terlarang bagi umat Muslim dengan latar belakang sejarah yang dipenuhi dengan nuansa dan kepercayaan yang kuat.

Legenda menyatakan Nabi Muhammad SAW menolak beristirahat di Madain Saleh selama Ekspedisi Tabuk, menyoroti penghormatannya kepada Tuhan dan pesannya kepada umatnya untuk menjauhinya.

Sebuah Hadis dalam Bukhari menyarankan untuk tidak memasuki daerah yang telah didatangi azab Allah, menimbulkan kehati-hatian bagi yang ingin mengunjungi tempat tersebut.

Meskipun kontroversi, tempat wisata ini tetap menarik pengunjung dari seluruh dunia untuk menjelajahi keajaiban kuno dan keindahan alamnya, menjadi saksi sejarah dan warisan budaya kaya Arab Saudi.

kota al ula
Source Image : bondowoso network

Dengan berbagai aspek sejarah dan daya tariknya, kota ini telah menjelma dari sebuah kota terbengkalai menjadi sebuah permata wisata di Arab Saudi.

Transformasi ini tidak hanya tercermin dalam upaya promosi pariwisata yang intensif, tetapi juga dalam pengakuan global akan keindahan alam dan kekayaan budayanya.

Melalui situs Warisan Dunia UNESCO seperti Hegra, kota ini memamerkan kemegahan peradaban Nabatea kuno yang memukau para arkeolog dan pengunjung dengan keindahan arsitektur batu yang dipahat dengan indahnya.

Namun, di balik keindahannya, Hegra juga menyimpan aura misteri sebagai kota terkutuk yang dipenuhi dengan cerita-cerita spiritual dan sejarah yang memukau.

Bagi umat Muslim, terutama Hegra, menjadi subjek dari kontroversi sejarah dan kepercayaan yang kuat.

Kisah tentang Thamud dan azab Allah memperumit pemahaman atas tempat ini, menciptakan ketegangan antara keinginan untuk menjelajahi sejarah.

Namun, dalam segala kompleksitasnya, kota ini tetap menjadi destinasi menarik bagi wisatawan global, mempersembahkan perspektif mendalam tentang sejarah dan keindahan alam yang tak terlupakan.

Sebagai kota bersejarah yang menarik, terus mempesona para wisatawan yang ingin menjelajahi warisan budaya dan keindahan alam Arab Saudi.

April 20, 2024

Gelar Haji atau Hajah, yang diberikan kepada mereka yang telah menunaikan ibadah haji di Tanah Suci, adalah bagian yang tak terpisahkan dari budaya dan tradisi di Indonesia.

Namun, sedikit yang tahu bahwa panggilan ini tidak memiliki akar dalam syariat Islam atau aturan resmi dari Kerajaan Arab Saudi.

Sebaliknya, asal-usul gelar ini dapat ditelusuri kembali ke masa kolonial Hindia Belanda.

Pada abad ke-19, pergi haji bukanlah sekadar ibadah rohani, tetapi juga memiliki implikasi politik yang signifikan.

Dia khawatir bahwa para jamaah haji ini dapat membawa kembali ide-ide baru yang dapat memicu perlawanan terhadap pemerintah kolonial.

Pada tahun 1859, aturan resmi diperkenalkan melalui mekanisme khusus yang mengatur penerimaan para jamaah haji kembali ke Hindia Belanda.

Mereka harus melewati serangkaian ujian dan jika lolos, mereka diwajibkan menyandang gelar haji di depan nama mereka serta mengenakan pakaian khas jamaah haji.

Hal ini terjadi karena pemerintah kolonial melihat pentingnya mengawasi mereka yang telah menunaikan ibadah haji, karena banyak pemberontakan yang berasal dari kalangan para jamaah haji.

gelar haji
Source Image : kompas.com

Makna Penulisan Gelar Haji di Berbagai Konteks

Gelar Haji dalam Konteks Modern

Peran gelar haji dalam konteks modern telah melampaui sekadar simbol status rohani semata.

Meskipun akarnya dapat ditelusuri kembali ke masa kolonial Belanda di Indonesia, gelar ini telah mengalami transformasi yang signifikan seiring dengan evolusi masyarakat dan perubahan zaman.

Dulu, gelar ini sering kali dipandang sebagai indikator seseorang yang telah menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekah.

Hal ini tentu saja memberikan kehormatan dan penghormatan tersendiri bagi individu tersebut, menggambarkan kesetiaan dan komitmen mereka dalam menjalankan ajaran agama Islam.

Namun, seiring berjalannya waktu, peran gelar itu menjadi lebih rumit dan memiliki banyak dimensi.

Di era modern ini, gelar haji tidak hanya menggambarkan aspek rohani seseorang, tetapi juga menjadi bagian penting dari identitas sosial dan budaya di masyarakat Indonesia.

Orang yang telah menunaikan ibadah haji sering kali dihormati dan dianggap memiliki kedudukan yang istimewa dalam masyarakat.

Mereka sering kali menjadi panutan bagi komunitas mereka, dihargai atas pengetahuan dan pengalaman yang mereka dapatkan selama perjalanan mereka ke tanah suci.

Dalam konteks modern, gelar ini juga sering kali menjadi sarana untuk memperluas jaringan sosial dan profesional seseorang.

Peran dalam konteks modern mencerminkan evolusi kompleks masyarakat Indonesia dan dunia Islam pada umumnya.

Gelar Haji dalam Konteks Politik

Gelar haji memiliki dampak yang signifikan dalam politik Indonesia, meskipun tidak lagi digunakan secara langsung oleh pemerintah sebagai alat pengawasan.

  1. Pencitraan dan Legitimasi: Politisi sering menggunakan gelar haji sebagai bagian dari identitas mereka untuk membangun citra kuat di mata publik, terutama di kalangan pemilih Muslim. Di negara dengan mayoritas Muslim seperti Indonesia, gelar haji dianggap sebagai simbol kesalehan dan ketaatan pada ajaran agama Islam. Politisi yang memegang gelar haji dianggap memiliki legitimasi yang lebih besar di mata konstituennya, membantu mereka mendapatkan dukungan politik.
  2. Keuntungan Kompetitif dalam Pemilihan Umum: Gelar haji memberikan keuntungan kompetitif kepada kandidat dalam pemilihan umum, terutama di daerah dengan mayoritas penduduk Muslim. Kandidat yang memiliki gelar haji dianggap lebih dekat dengan nilai-nilai masyarakat Muslim, sehingga mereka bisa mendapatkan dukungan lebih besar dari pemilih Muslim. Ini menjadi strategi politik efektif untuk memenangkan suara dalam pemilihan umum.
  3. Penguatan Jejaring Politik: Politisi dengan gelar haji memanfaatkannya untuk memperkuat jejaring politik dan memperluas basis dukungan mereka. Dengan menghadiri acara keagamaan dan kegiatan komunitas Muslim, mereka membangun hubungan yang kuat dengan pemimpin agama dan tokoh masyarakat setempat, serta mendapatkan dukungan politik yang kuat dari komunitas Muslim.
penulisan gelar haji
Source Image: NU online jatim

Gelar Haji dalam Konteks Budaya

Gelar haji, yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia, memiliki sejarah yang panjang dan kompleks.

Dengan menelusuri akarnya kembali ke masa kolonial Hindia Belanda, kita dapat melihat bagaimana kebijakan politik masa lampau mempengaruhi budaya dan tradisi yang kita kenal saat ini.

Mengetahui asal-usul gelar haji di Indonesia tidak hanya penting untuk memahami sejarah budaya dan politik negara ini, tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran akan warisan sejarah yang terkadang terlupakan.

Dengan menggali lebih dalam tentang asal-usulnya, kita dapat lebih memahami perjalanan budaya dan politik Indonesia serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Gelar Haji dalam Pembangunan Karier dan Bisnis

Tidak hanya memiliki dampak dalam konteks sosial dan politik, status haji juga dapat mempengaruhi karier seseorang serta bisnis yang mereka jalankan.

Dalam lingkungan bisnis di Indonesia, memiliki status haji dapat dianggap sebagai aset yang memberikan kepercayaan dan reputasi yang baik.

Sebagai contoh, seorang pengusaha yang memiliki status haji mungkin lebih mudah mendapatkan koneksi dan dukungan dari komunitas Muslim serta masyarakat luas.

Meskipun telah ada beberapa penelitian tentang asal-usul gelar haji, masih banyak yang perlu dipelajari untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap.

Pendidikan dan penelitian lebih lanjut tentang topik ini dapat membantu mengungkap lebih banyak informasi yang berguna tidak hanya untuk akademisi, tetapi juga untuk masyarakat luas.

sejarah gelar haji
Source Image: kompas.com

Dengan demikian, status haji yang umum digunakan di Indonesia memiliki akar yang dalam dalam sejarah politik kolonial Belanda.

Namun, meskipun berasal dari masa lampau, gelar ini tetap relevan dalam masyarakat modern Indonesia sebagai simbol status rohani dan identitas budaya.

Dengan memahami asal-usul dan perannya dalam sejarah dan budaya Indonesia, kita dapat lebih menghargai kompleksitas dan kekayaan warisan budaya negara ini.