kehidupan manusia tidak lepas dari berbagai macam ujian, tantangan ataupun musibah. Namun sebesar apapun tantangan dan musibah, atau seberat apapun musibah yang dihadapi pasti ada jalan, tergantung cara menghadapi musibah tersebut
Tulisan ini akan membahas 3 cara atau sikap untuk menghadapi ujian dan tantangan, sehingga ujian itu tidak menjadikan kita pecundang tapi menjadikan kita pemenang.
Pada surah Surah Al-Baqarah ayat 246 – 252 dikisahkan sebuah kisah perjuangan yang sangat heroik dari seorang Raja Thalut menghadapi sang penguasa kejam yaitu Jalut.
Saat itu Bani Israi terjajah oleh Raja Jalut. Mereka diusir dari negaranya, mereka pun berbondong – bondong mendatangi nabinya untuk meminta fatwa atau solusi supaya mereka bisa menghadapi Raja Jalut dan bisa kembali ke Negaranya. Maka pada saat itulah ditunjuk seorang yang bernama Thalut untuk memimpin kaum Bani Israil melawan Raja Jalut dan berjuang merebut kembali Negara mereka.
Singkat cerita, pasukan Raja Thalut pun terbentuk dan mereka siap berperang. Namun ditengah perjalanan pasukan ini berkurang jumlahnya, yang tadinya berjumlah sekitar 70.000 pasukan berkurang hanya 300 orang dan diantaranya adalah Daud yang belum dewasa dan belum diangkat menjadi Nabiyullah. Hal ini dikarenakan mereka melanggar perintah Allah SWT, dan ada juga yang ragu setelah mengtahui kalau jumlah pasukan Jalut lebih besar.
Dengan pasukan yang tersisa Raja Thalut tidak gentar dengan jumlah pasukan musuh yang lebih besar, tidak gentar dengan musuh yang jauh lebih besar badannya, tidak gentar dengan musuh yang jauh lebih lengkap peralatannya. Mereka berdoa “Yaa Tuhan Kami, berikanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap orang – orang kafir.
Dan akhirnya dengan kehendak Allah pasukan musuh dikalahkan Jalut pun terbunuh. Dan yang membunuhnya itu adalah Daud Muda dengan menggunaka ketapel sebagai senjata. Tiga buah batu meluncur dari ketapel Daud dan mengenai kepala Jalut dan Jalut pun meninggal.
Tiga hal yang diminta Thalut dan pasukannya sekaligus menjadi pelajaran yang sangat berharga. Untuk menghadapi musibah atau masalah sebesar apapun itu milikilah tiga hal tersebut. Tiga hal itu adalah:
- Shabar
Hal pertama yang diminta oleh Raja Thalut kepada Allah SWT adalah kesabaran, dan ini menjadi modal utama yang harus dimiliki oleh seseorang ketika menghadapi musibah dalam hidup, tantangan atau cobaan.
Sifat Shabar terkadang diartikan sebagai sebuah kepasrahan untuk menerima segala macam kondisi. Orang shabar sering diidentikkan dengan orang – orang yang tertindas, lugu dan hanya bisa menangis sendirian menerima keadaannya. Padahal shabar yang dimaksud dalam Al-quran tidak seperti itu.
Seperti digambarkan di dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 249 yang artinya : “Mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, ‘Betapa banyak kelompok kecil bisa mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah.’ Dan Allah bersama orang-orang yang sabar” (QS Al-Baqarah: 249).
Ayat tersebut menggambarkan pasukan pasukan Thalut yang kalah jumlah dengan pasukan Jalut, tapi mereka mampu mengalahkan musuh yang jumlahnya jauh lebih besar. Jadi Makna shabar yang sebenarnya sesuai pada ayat di atas adalah sikap tahan banting dan tidak menyerah terhadap masalah apapun yang dihadapi, untuk meraih kesuksesan.
Jadi sifat shabar dalam menghadapi musibah bukanlah kepasrahan menerima segala kondisi termasuk kegagalan, tapi sikap tahan banting dan tanpa menyerah untuk meraih kemenangan. Bila satu usaha gagal, ia akan mencoba usaha yang lain. Bila satu jalan menjadi buntu, maka ia akan mencari jalan yang lain. - Keteguhan hati
Selanjutnya Raja Thalut meminta supaya ia dan pasukannya diteguhkan langkah – langkahnya atau pendiriannya. Hal ini penting karena dalam setiap proses menghadapi musibah, kita sering dihinggapi perasaan ingin menyerah, dan melupakan target yang sudah ditetapkan.
Dalam kitab Tafsir Ibnu katsir dijelaskan makna “tsabbit aqdaamanaa” adalah kuatkanlah kaki – kaki kami dan jangan sampai berpikir untuk lari dan mundur dari peperangan. Karena pada saat itu ada sebagian dari pasukan Thalut yang berfikir tidak akan mampu mengalahkan pasukan jalut yang jumlahnya jauh lebih banyak. Jadi Raja Thalut meminta supaya tetap diberikan kekuatan berupa keteguhan hati supaya tidak lari dari medang perang.
Prinsip kedua ini sangat penting karena ketika suatu ujian tiba, musuh terbesar seseorang adalah dirinya sendiri. Ini tentang bagaimana seseorang mampu melawan sifat destruktif yang muncul dari dalam dirinya. Ini tentang bagaimana menghindari sikap distrust atau tidak percaya pada diri sendiri. Jadi dalam menghadapi musibah, sangat penting untuk mampu mengendalikan diri, emosi dan sikap, sehingga tidak lupa dan tetap focus terhadap target, cita – cita, atau tujuan yang ingin dicapai. - Memohon pertolongan Allah
Hal ketiga yang diminta oleh Raja Thalut adalah pertolongan Allah SWT. Dalam setiap perjuangan menghadapi ujian atau musibah, manusia harus percaya akan pertolongan Allah SWT.
Dalam sebuah Hadis Qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Allah SWT berfirman, yang artinya “sikapku tergantung bagaimana dugaan hambaku, bila menduga baik maka akan kuberi kebaikan. Maka jangan sekali pun ada dugaan yang tak baik kepadaku!”
Namun pertolongan Allah SWT hanya akan datang ketika kita sudah mempunyai sikap shabar, pantang menyerah, komitmen untuk terus bangkit, dan berpasrah pada kehendak Allah SWT, sebagaiman yang sudah dicontohkan oleh Raja Thalut.
Setiap manusia akan menghadapi musibah, menghadapi berbagai macam ujian, tantangan dan musibah. Dan dalam proses perjuangan menghadapi tantangan dan musibah itu, sikap yang harus dimiliki adalah shabar, tetap teguh dan focus pada tujuan, serta percaya pada pertolongan Allah SWT
Sumber Berita : https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/13/01/14/mglbj5-kisah-talut-vs-jalut-3habis