Meskipun beliau memiliki keistimewaan, hidupnya tidak lepas dari berbagai tantangan. Kisahnya yang diabadikan dalam Al-Qur’an memberikan banyak pelajaran berharga, termasuk doa-doa yang bisa kita amalkan untuk berbagai keperluan.
Dalam artikel ini, kita akan membahas doa-doa Nabi Yusuf dengan mendalam, termasuk ayat-ayat terkait dan terjemahannya, serta cara-cara mengamalkan doa tersebut untuk memperoleh manfaat maksimal dalam kehidupan kita.
3 Doa Nabi Yusuf Ini Wajib Anda Baca Tiap Hari
Sebagai umat Islam, kita semua pasti mengetahui bahwa Nabi Yusuf dikenal dengan ketampanannya yang luar biasa.
Walaupun kita belum pernah melihatnya secara langsung, keindahan wajah Nabi Yusuf sangat terkenal, bahkan saking menawannya, wanita-wanita pada masa itu sampai mengiris tangan mereka sendiri karena terpesona.
Source image: canva.com
1. Doa Nabi Yusuf untuk Wajah
Untuk mendapatkan wajah yang menawan dan bercahaya seperti yang dimiliki Nabi Yusuf, salah satu doa yang bisa diamalkan adalah sebagai berikut:
Latin: Idz qaala yuusufu liabiihi yaaa abati inniii ra aiytu ahada ‘asyara kaukaban wasysyamsya wal qomaro ra aituhum lii saajidiin.
Artinya: (Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.” (QS. Yusuf: 4).
3. Doa Nabi Yusuf Untuk Ibu Hamil
Nabi Yusuf dikenal sebagai sosok yang memiliki rupa sangat tampan, bahkan lebih dari sekadar tampan—ia digambarkan seperti bulan purnama yang bersinar.
Dalam Al-Qur’an, ketampanan Nabi Yusuf digambarkan dengan jelas dalam Surat Yusuf ayat 31. Ayat ini mencerminkan betapa mengagumkannya penampilan Nabi Yusuf hingga membuat wanita-wanita yang melihatnya terpesona dan terkejut.
Jika Anda tengah mengandung dan berharap anak yang lahir kelak memiliki ketampanan seperti Nabi Yusuf, Anda bisa membaca doa Nabi Yusuf berikut ini:
Artinya: “Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf): ‘Keluarlah (tampakkanlah dirimu) kepada mereka.’ Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: ‘Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia.'”
Source image: canva.com
Ketampanan Nabi Yusuf yang membuat wanita-wanita zaman itu begitu terpesona dan mengakui keistimewaannya memang sudah terkenal dalam sejarah Islam.
Untuk memohon agar anak Anda kelak memiliki ketampanan seperti Nabi Yusuf, Anda dapat membaca doa Nabi Yusuf di atas.
Cara Mengamalkan Doa Nabi Yusuf Ayat 4 Untuk Wajah
1. Niat yang Ikhlas dan Mengharapkan Ridho Allah
Langkah pertama dalam mengamalkan Surat Yusuf ayat 4 adalah dengan niat yang tulus. Pastikan bahwa niat Anda murni untuk mendapatkan ridho Allah dan tidak hanya untuk tujuan duniawi.
Dengan niat yang benar, Anda dapat mendapatkan manfaat yang lebih besar dari doa Nabi Yusuf ini.
2. Membaca Surat Yusuf Ayat 4 Tiga Kali
Setelah menyiapkan niat, bacalah Surat Yusuf ayat 4 sebanyak tiga kali setelah melaksanakan sholat fardhu. Pastikan Anda dalam keadaan suci dari hadas kecil maupun besar saat membaca ayat ini.
Pembacaan yang rutin dan penuh konsentrasi akan membantu dalam memancarkan aura positif pada wajah Anda.
3. Mengusapkan Tangan ke Wajah
Source image: canva.com
Setelah membaca Surat Yusuf ayat 4 sebanyak tiga kali, langkah selanjutnya adalah mengusapkan kedua tangan ke wajah Anda. Dengan melakukan langkah ini, Anda akan merasakan keajaiban doa Nabi Yusuf ini dalam kehidupan Anda.
Dengan mengikuti langkah-langkah ini, Anda dapat mengamalkan Surat Yusuf ayat 4 dengan benar dan mendapatkan manfaat spiritual dari doa tersebut.
Penutup
Dalam artikel ini, kita telah membahas beberapa doa Nabi Yusuf yang dapat diamalkan untuk berbagai keperluan, seperti mendapatkan wajah cerah, membuka aura wajah, dan memohon ketampanan untuk anak yang akan lahir.
Mengamalkan doa Nabi Yusuf dengan niat yang ikhlas dan cara yang benar dapat memberikan manfaat yang besar dalam kehidupan kita.
Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dan manfaat dari doa-doa Nabi Yusuf serta menjadikannya sebagai bagian dari amalan sehari-hari kita.
Shalat dhuha merupakan salah satu shalat sunah yang dikerjakan di pagi hari, mulai dari matahari terbit hingga sebelum waktu zuhur.
Shalat ini memiliki keutamaan yang besar dan dapat dilakukan dalam jumlah minimal dua rakaat hingga maksimal delapan rakaat.
Salah satu amalan yang sangat dianjurkan adalah membaca doa setelah sholat dhuha. Artikel ini akan membahas doa setelah sholat dhuha secara lengkap, baik dalam bahasa Arab, Latin, maupun artinya, serta menjelaskan manfaat dari doa tersebut.
Bacaan Doa Setelah Sholat Dhuha
Setelah melaksanakan sholat dhuha, umat Muslim dianjurkan untuk membaca doa khusus sebagai bentuk permohonan dan pengharapan.
Source image: canva.com
Bacaan doa setelah sholat dhuha ini berfungsi untuk memohon ampunan, berkah, dan rezeki dari Allah SWT. Berikut adalah dua doa utama yang dapat dibaca:
“Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu.”
Doa ini mengungkapkan pengakuan bahwa segala sesuatu yang baik dalam waktu dhuha adalah milik Allah. Bacaan ini mengandung pengharapan untuk mendapatkan keberkahan dan perlindungan dari Allah SWT.
Allaahumma in kaana rizqii fis-samaa’i fa anzilhu, wa in kaana fil ardi fa akhrijhu, wa in kaana mu’assiran fa yassirhu, wa in kaana haraaman fa tahhirhu wa in kaana ba’iidan fa qarribhu bi haqqi duhaa’ika wa bahaa’ika wa jamaalika wa quwwatika wa qudratika, aatinii maa ataita ‘ibaadakash-shalihiin
Artinya:
“Ya Allah, apabila rezekiku berada di atas langit, maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi, maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hamba-Mu yang sholeh.”
Doa setelah sholat dhuha ini merupakan permohonan agar rezeki yang mungkin belum tercapai dapat diberikan oleh Allah, dengan memohon agar segala kesulitan dihapuskan dan segala yang haram disucikan.
Riba adalah masalah ekonomi yang sering kali dilakukan oleh manusia, termasuk oleh sebagian umat Islam itu sendiri, cukup banyak yang terjebak dalam dosa riba.
Padahal, baik Al-Qur’an, Hadis, maupun jumhur Ulama secara tegas menyatakan bahwa praktik dosa riba adalah haram. Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, beliau menyampaikan bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
“Allah melaknat orang yang memakan (pemakai) riba, orang yang memberi riba, dua orang saksi dan pencatat (dalam transaksi riba), mereka sama saja”. [HR. Muslim dan Ahmad]
Hadis yang mulia ini dengan jelas menjelaskan keharaman riba, bahaya yang ditimbulkannya bagi individu dan masyarakat, serta ancaman bagi mereka yang terlibat dalam dosa riba.
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwa semua pihak yang terlibat dalam transaksi riba akan terkena laknat.
Dosa Riba Dalam Alquran
Dosa riba adalah salah satu dosa besar yang dilaknat dalam Islam. Dalam Al-Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan secara tegas mengenai dosa riba dan ancaman terhadap pelakunya.
Source image: canva.com
Riba tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga membawa bahaya spiritual dan moral yang serius. Allah subhanahu wa ta’ala menggarisbawahi bahaya serta besarnya dosa riba dengan ancaman yang keras bagi mereka yang terlibat dalam praktik tersebut.
Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan ancaman berat kepada mereka yang terlibat dalam riba.
Ancaman tersebut mencakup azab yang pedih, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Dan barang siapa yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. [Al-Baqarah/2:275]
Allah juga menghilangkan berkah dari harta yang diperoleh melalui dosa riba dan mencap pelakunya sebagai orang yang kufur:
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.” [Al-Baqarah/2:276]
Allah juga memerangi riba dan pelakunya, sebagaimana firman-Nya:
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” [Al-Baqarah/2:279]
Apakah Dosa Riba Bisa Diampuni
Allah subhanahu wa ta’ala masih membuka pintu taubat bagi hamba-Nya yang ingin kembali ke jalan yang benar. Berikut adalah cara-cara untuk bertaubat dari dosa riba menurut ajaran Islam:
Source image: canva.com
5 Cara Taubat dari Dosa Riba
1. Bertaubat dengan Sungguh-sungguh (Taubatan Nasuha)
Taubat dari dosa riba harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Menurut Ustadz Adi Hidayat, taubat yang diterima adalah taubat yang benar-benar tulus, di mana seorang hamba benar-benar menyesali perbuatannya dan berniat untuk tidak mengulanginya lagi.
2. Menghindari dan Tidak Mengulangi Dosa
Setelah bertaubat, penting untuk tidak terjebak kembali dalam praktik riba. Ini berarti menjauhkan diri dari segala bentuk transaksi yang mengandung riba dan berusaha hidup sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
3. Menyalurkan Harta Riba sebagai Sedekah
Jika masih ada sisa harta atau keuntungan dari riba, maka sebaiknya harta tersebut dikeluarkan dalam bentuk sedekah untuk kepentingan umum.
Ini bisa berupa pembangunan fasilitas umum seperti sumur, jalan, masjid, atau tempat ibadah lainnya. Dengan cara ini, harta riba tidak menjadi penghalang dalam proses taubat.
Ustadz Adi Hidayat menjelaskan bahwa dengan meniatkan sisa harta riba untuk sedekah kepentingan umum, Allah akan mengampuni pokok-pokok harta yang didapat dari riba dan yang telah lalu dimaafkan.
4. Meningkatkan Amalan Sholeh
Memperbanyak amal sholeh seperti sedekah, infak, dan ibadah lainnya adalah bentuk perbaikan diri yang penting. Dengan beramal sholeh secara konsisten, seseorang menunjukkan bahwa ia benar-benar telah bertaubat dan berusaha mendekatkan diri kepada Allah.
5. Memperbaiki Kehidupan Secara Keseluruhan
Source image: canva.com
Taubat tidak hanya sebatas pada tindakan menjauhi riba, tetapi juga mencakup perbaikan hidup secara keseluruhan. Ini berarti memperbaiki akhlak, meningkatkan ibadah, dan menjauhi segala bentuk maksiat lainnya.
Penutup
Meskipun dosa riba adalah pelanggaran berat, Allah subhanahu wa ta’ala adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Dengan bertaubat secara tulus, menjauhi praktik riba, dan memperbaiki amalan hidup, seseorang dapat berharap agar dosa-dosanya diampuni oleh Allah.
Pintu taubat selalu terbuka bagi mereka yang benar-benar ingin kembali ke jalan yang benar. Semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosa kita dan memberkahi kita dengan ampunan-Nya serta menjamin surga bagi umat yang bertaqwa. Aamiin.
Sholat dhuha – Dalam ajaran Islam, sholat lima waktu adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apa pun.
Bahkan jika seseorang sedang sakit parah dan tidak mampu berdiri, mereka tetap diwajibkan untuk melaksanakan sholat, baik sambil duduk maupun berbaring.
Selain sholat lima waktu, umat Muslim juga dianjurkan untuk melakukan ibadah sunnah, termasuk sholat sunnah.
Sholat sunnah adalah ibadah tambahan yang sifatnya tidak wajib, namun sangat dianjurkan untuk dilakukan sebagai pelengkap dan penambah kualitas ibadah kita.
Sholat sunnah terdiri dari berbagai jenis yang masing-masing memiliki keutamaan tersendiri, seperti sholat tahajud, sholat hajat, sholat istikharah, sholat witir, dan sholat tarawih di bulan Ramadan.
Kali ini, kita akan membahas salah satu sholat sunnah yang sangat dianjurkan, yaitu sholat dhuha.
Apa Itu Sholat Dhuha
Kata “dhuha” dalam bahasa Arab merujuk pada awal siang hari atau pagi. Dalam fiqih Islam, shalat dhuha adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu dhuha, yaitu setelah matahari terbit setinggi satu tombak (sekitar 2,5 meter) hingga menjelang waktu zawâl, yaitu saat matahari mulai tergelincir ke arah barat.
Shalat dhuha termasuk dalam kategori sunnah muakkadah, yang berarti sangat dianjurkan dan memiliki banyak keutamaan.
Sholat Dhuha Jam Berapa
Source image: canva.com
Menurut Syekh Hasan bin ‘Ammar, salah satu ulama mazhab Hanafi, dalam kitab Maraqil Falah, terkait waktu shalat dhuha:
Artinya, “Sungguh, waktu antara terbit matahari hingga tergelincir terbagi tiga. Pertama, waktu dhahwah. Waktu itu terjadi pada saat terbit. Kedua, waktu dhuha yang dibatasi dengan naiknya matahari. Ketiga, waktu dhaha. Waktu itu (dimulai dari habis waktu dhuha) hingga tergelincir matahari. Dengan demikian, yang dimaksud waktu yang dinisbahkan pada shalat dhuha adalah waktu di mana naiknya matahari. Naiknya matahari itulah yang menjadi batasnya,” (Lihat Al-Kharasyi, Syarh Mukhtashar Khalil, Beirut, Darul Fikr, jilid II, halaman 4).
Berdasarkan penjelasan Syekh Hasan bin ‘Ammar dalam kitab Maraqil Falah, waktu antara terbitnya matahari hingga tergelincir terbagi menjadi tiga bagian.
Pertama adalah waktu dhahwah, yaitu dari terbit matahari hingga matahari setinggi satu tombak (sekitar 2,5 meter).
Kedua adalah waktu dhuha, yang dimulai setelah matahari mencapai ketinggian satu tombak hingga waktu istiwa (matahari tepat di atas langit).
Ketiga adalah waktu dhaha, yaitu dari waktu istiwa hingga waktu matahari tergelincir ke arah barat. Dengan demikian, shalat dhuha dilakukan selama waktu dhuha yang mulai dari ketinggian satu tombak hingga sebelum waktu istiwa.
Untuk menentukan waktu sholat dhuha, beberapa ulama memberikan berbagai ukuran untuk satu tombak. Syekh Abu Sulaiman dalam Ma‘alimus Sunan menyebutkan bahwa satu tombak menurut pandangan mata telanjang.
Syekh Sulaiman bin Muhammad bin ‘Umar dalam Hasyiyatul Bujairimi menyatakan bahwa satu tombak kira-kira setinggi tujuh hasta.
Syekh Muhammad bin Ahmad bin ‘Arafah Ad-Dasuqi dalam Hasyiyatud Dasuqi menyebutkan satu tombak sekitar 12 jengkal. Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu menyatakan bahwa satu tombak kira-kira sepanjang 2,5 meter.
Beberapa sumber juga mengonversi ukuran ini ke waktu, yaitu sekitar 15-20 menit setelah matahari terbit.
Untuk kemudahan, waktu sholat dhuha dapat diketahui dengan melihat jadwal imsakiah dari lembaga resmi atau dengan cara melihat panjang bayangan benda, jika panjang bayangan sudah sama dengan tinggi bendanya, maka waktu sholat dhuha telah masuk.
Artinya, “Aku menyengaja sembahyang sunnah Dhuha dua rakaat karena Allah SWT.”
Sholat Dhuha Berapa Rakaat
Shalat Dhuha, yang merupakan ibadah sunnah, dilakukan dengan jumlah minimal dua rakaat dan maksimal hingga dua belas rakaat.
Source image: canva.com
Pada setiap rakaat, setelah membaca surat al-Fatihah, disunnahkan untuk membaca surat as-Syamsu dan ad-Dhuha, atau bisa juga membaca surat al-Kafirun dan al-Ikhlas.
Untuk lebih memfokuskan ibadah, bisa dilakukan dengan cara menggabungkan surat-surat tersebut: pada rakaat pertama membaca as-Syamsu dan al-Kafirun, sedangkan pada rakaat kedua membaca ad-Dhuha dan al-Ikhlas.
Untuk rakaat-rakaat selanjutnya, disunnahkan membaca surat al-Kafirun pada rakaat pertama dan surat al-Ikhlas pada rakaat kedua.
Keutamaan Sholat Dhuha
Keutamaan Shalat Dhuha sangatlah banyak, di antaranya sebagai berikut:
1. Sholat dhuha menjadi sedekah semua tulang manusia.
Artinya, “Diriwayatkan dari Abu Dzar radliyallahu ‘anh, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: ‘Ada sedekah (yang hendaknya dilakukan) atas seluruh tulang salah seorang dari kalian. Karena itu setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amar ma’ruf adalah sedekah, nahi munkar adalah sedekah, dan dua rakaat shalat Dhuha mencukupi semuanya itu’,” (HR Muslim).
2. Sholat dhuha menjadi shalat kaum awwâbîn
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: لَا يُحَافِظُ عَلَى صَلَاةِ الضُّحَى إِلَّا أَوَّابٌ. قَالَ: وَهِيَ صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ. (رواه الحاكم وقال: هذا حديث صحيح على شرط مسلم)
Artinya, “Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anh, ia berkata: ‘Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Tidak ada yang menjaga shalat Dhuha kecuali orang yang kembali kepada Allah dengan bertaubat.’ Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Shalat Dhuha adalah shalat orang-orang yang kembali kepada Allah dengan bertaubat’,” (HR al-Hakim dan ia berkata: “Ini hadits shahih sesuai syarat Imam Muslim).
3. Setiap dua rakaat shalat Dhuha mempunyai keutamaan khusus
Artinya: “Diriwayatkan dari Ismail bin Ubaidillah, dari Abdullah bin Amr, ia berkata: ‘Aku bertemu dengan Abu Dzar radliyallahu ‘anh, lalu berkata: ‘Wahai Paman, beritahukanlah diriku pada suatu kebaikan.’ Lalu ia menjawab: ‘Aku bertanya kepada Rasulullah ﷺ sebagaimana Kamu bertanya kepadaku.
Lalu beliau bersabda: ‘Bila Kamu shalat Dhuha dua rakaat maka tidak akan dicatat sebagai bagian dari kaum yang lalai; bila Kamu shalat Dhuha empat rakaat maka akan dicatat sebagai bagian dari kaum yang berbuat baik; bila Kamu shalat Dhuha enam rakaat maka akan dicatat sebagai bagian dari kaum yang taat; bila Kamu shalat Dhuha delapan rakaat maka akan dicatat sebagai bagian dari kaum yang beruntung; bila Kamu shalat Dhuha 10 rakaat maka pada hari itu tidak akan dicatatkan dosa bagimu; dan bila Kamu shalat Dhuha 12 rakaat maka akan dibangunkan untukmu sebuah rumah di surga’,” (HR al-Baihaqi).
Dalam kehidupan sehari-hari seorang Muslim, shalat merupakan ibadah pokok yang memperkuat koneksi spiritual dengan Allah SWT.
Namun, keutamaan shalat tidak berhenti pada gerakan dan bacaan di dalamnya saja. Dzikir setelah sholat fardhu yang seringkali diabaikan, sebenarnya memiliki makna yang mendalam dan memperkukuh ikatan batin dengan Sang Pencipta.
Dzikir setelah sholat fardhu merupakan serangkaian ucapan, dzikir, dan doa yang dibaca setelah menyelesaikan shalat wajib. Hal ini dianjurkan sebagai bentuk ekspresi syukur, memohon ampunan, dan memperbanyak pengingat akan Allah.
Dzikir ini dilakukan untuk memperpanjang momen kebersamaan dengan Sang Khalik setelah selesai melaksanakan kewajiban shalat.
Dalil Anjuran Berdzikir Setelah Sholat Fardhu
Allah Ta’ala memerintahkan dzikir setelah sholat fardhu dalam Al-Qur’an:
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), berdzikirlah kepada Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” (QS. An Nisa: 103).
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan berdzikirlah kepada Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS. Al Jumu’ah: 10).
Bacaan Dzikir Setelah Sholat Fardhu Sesuai Sunnah
1. Istighfar 3x, dan membaca doa “Allahumma antas salam…”
Tsauban radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
(Ya Allah Engkau-lah as salam, dan keselamatan hanya dari-Mu, Maha Suci Engkau wahai Dzat yang memiliki semua keagungan dan kemulian)” (HR. Muslim no. 591).
2. Membaca tahlil dan doa “Allahumma laa maani’a lima a’thayta…”
Dari Al Mughirah bin Syu’bah radhiallahu’anhu, ia berkata:
سَمِعْتُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يقولُ خَلْفَ الصَّلَاةِ: لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وحْدَهُ لا شَرِيكَ له، اللَّهُمَّ لا مَانِعَ لِما أعْطَيْتَ، ولَا مُعْطِيَ لِما مَنَعْتَ، ولَا يَنْفَعُ ذَا الجَدِّ مِنْكَ الجَدُّ
“Aku mendengar Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam setelah shalat beliau berdoa:
laa ilaha illallooh wahdahu laa syarika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai-in qodiir. Alloohumma laa maani’a lima a’thoyta wa laa mu’thiya limaa mana’ta wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu.
(tiada ilah yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Segala pujian dan kerajaan adalah milik Allah. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang memberi apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan (bagi pemiliknya). Dari Engkau-lah semua kekayaan dan kemuliaan” (HR. Bukhari no.6615, Muslim no.593).
3. Membaca doa “Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lahu…”
كانَ ابنُ الزُّبَيْرِ يقولُ: في دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ حِينَ يُسَلِّمُ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ له، له المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهو علَى كُلِّ شيءٍ قَدِيرٌ، لا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا باللَّهِ، لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وَلَا نَعْبُدُ إلَّا إيَّاهُ، له النِّعْمَةُ وَلَهُ الفَضْلُ، وَلَهُ الثَّنَاءُ الحَسَنُ، لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ مُخْلِصِينَ له الدِّينَ ولو كَرِهَ الكَافِرُونَ وَقالَ: كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ يُهَلِّلُ بهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ
Biasanya (Abdullah) bin Zubair di ujung shalat, ketika selesai salam beliau membaca:
laa ilaha illalloohu wahdahu laa syarika lahu. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai-in qodiir. Laa haula wa laa quwwata illa billaah. Laa ilaha illallooh wa laa na’budu illa iyyaah. Lahun ni’matu wa lahul fadhlu wa lahuts tsanaa-ul hasanu. Laa ilaha illallooh mukhlishiina lahud diin wa lau karihal kaafiruun
(Tiada ilah yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Segala pujian dan kerajaan adalah milik Allah. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah. Kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Semua nikmat, anugerah dan pujian yang baik adalah milik Allah. Tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, dengan memurnikan ibadah hanya kepadaNya, sekalipun orang-orang kafir tidak menyukainya” (HR. Muslim, no. 594).
4. Membaca tasbih, tahmid, takbir dan tahlil
Mengenai bacaan tasbih, tahmid, takbir dan tahlil setelah shalat ada 4 bentuk yang shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Yaitu:
Source image: canva.com
1. Membaca tasbih 33x, tahmid 33x, takbir 33x, tahlil 1x, total 100 dzikir
Sebagaimana riwayat dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang berdzikir setelah selesai shalat dengan dzikir berikut:
Subhanallah wal hamdulillah wallahu akbar (33 x). Laa ilaha illallah wahda, laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir
(“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, Allah Maha Besar (33 x). Tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata. Tidak ada sekutu bagiNya. Semua kerajaan dan pujaan adalah milik Allah. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu)Maka akan diampuni semua kesalahannya walaupun sebanyak buih di lautan” (HR. Muslim no. 597).
“Mereka (para sahabat) diperintahkan untuk bertasbih selepas shalat sebanyak 33x, bertahmid 33x, bertakbir 34x. Lalu seorang lelaki dari Anshar bermimpi dan dikatakan kepadanya: Apakah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah memerintahkan kalian untuk bertasbih sebanyak 33x, bertahmid 33x, bertakbir 34x? Ia menjawab: benar. Orang yang ada di dalam mimpi mengatakan: jadikanlah semua itu 25x saja dan tambahkan tahlil. Ketika ia bangun di pagi hari, lelaki Anshar ini menemui Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan menceritakan mimpinya. Nabi bersabda: hendaknya kalian jadikan demikian!” (HR. An Nasa-i, no. 1350, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i).
Sebagaimana dalam riwayat dari Abdullah bin Amr radhiallahu’anhu tentang dzikir setelah sholat fardhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
خصلتان ، أو خلتان لا يحافظ عليهما عبد مسلم إلا دخل الجنة ، هما يسير ، ومن يعمل بهما قليل ، يسبح في دبر كل صلاة عشرا ، ويحمد عشرا ، ويكبر عشرا ، فذلك خمسون ومائة بًاللسان ، وألف وخمسمائة في الميزان ، ويكبر أربعا وثلاثين إذا أخذ مضجعه ، ويحمد ثلاثا وثلاثين ، ويسبح ثلاثا وثلاثين ، فذلك مائة بًاللسان ، وألف في الميزان
“Ada 2 perbuatan yang jika dijaga oleh seorang hamba Muslim maka pasti ia akan masuk surga. Keduanya mudah namun sedikit yang mengamalkan. Yaitu (pertama) bertasbih disetiap selepas shalat sebanyak 10x, bertahmid 10x, bertakbir 10x, maka itulah 150x dzikir di lisan (dalam 5 shalat waktu) namun 1500x di timbangan mizan. Dan (kedua) bertakbir 34x ketika hendak tidur, bertahmid 33x, dan bertasbih 33x, maka itulah 100x dzikir di lisan namun 1000x di timbangan mizan” (HR. Abu Daud no. 5065, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
5. Membaca ayat Kursi
Sebagaimana hadits dari Abu Umamah Al Bahili radhiallahu’anhu mengenai bacaan dzikir setelah sholat fardhu ialah membaca ayat kursi, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Barangsiapa membaca ayat kursi setiap selesai shalat wajib, maka tidak ada yang bisa menghalanginya untuk masuk surga kecuali kematian” (HR. An Nasa-i no. 9928, Ath Thabrani no.7532, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no.6464).
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkanku untuk membaca al mu’awwidzar (an naas, al falaq, al ikhlas) di penghujung setiap shalat” (HR. Abu Daud no. 1523, dishahikan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).
7. Membaca doa “Allahumma inni as-aluka ilman naafi’an…”
Dari Ummu Salamah Hindun binti Abi Umayyah radhiallahu’anha, ia berkata bahwa bacaan dzikir setelah sholat fardhu ialah:
“Biasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika shalat subuh, ketika setelah salam beliau membaca:
alloohumma inni as-aluka ‘ilman naafi’an, wa rizqon thoyyiban, wa ‘amalan mutaqobbalan
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amalan yang diterima” (HR. Ibnu Majah no. 762, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).
8. Membaca doa “Rabbighfirli wa tub ‘alayya…”
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya:
“Berkata seorang dari kaum Anshar, bahwa ia mendengar Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam shalat beliau berdoa:
Rabbighfirli (atau: Allahummaghfirli) wa tub ‘alayya innataka antat tawwaabul ghafur
(Wahai Rabbku, terimalah taubatku, sungguh Engkau Dzat yang banyak menerima taubat, lagi Maha Pengampun)
sebanyak 100x” (HR. Ahmad no.23198, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 2603).
9. Membaca doa “Allahumma a’inni ‘ala dzikrika…”
Dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu’anhu, ia berkata:
أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ أخذ بيده وقال يا معاذُ واللهِ إني لَأُحبُّك واللهِ إني لَأُحبُّك فقال أوصيك يا معاذُ لا تَدَعَنَّ في دُبُرِ كلِّ صلاةٍ تقول اللهمَّ أعِنِّي على ذكرِك وشكرِك وحسنِ عبادتِك
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menarik tanganku sambil berkata: wahai Mu’adz, Demi Allah aku mencintaimu sungguh aku mencintaimu. Aku wasiatkan engkau wahai Muadz, hendaknya jangan engkau tinggalkan di setiap akhir shalat untuk berdoa:
Alloohumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatika
(Ya Allah, tolonglah aku agar bisa berdzikir kepada-Mu, dan bersyukur kepada-Mu, serta beribadah kepada-Mu dengan baik)” (HR. Abu Daud no.1522, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang” (QS. Ar Ra’du: 28).
Dengan melakukan dzikir setelah sholat fardhu, hati kita akan merasakan ketenangan yang sulit ditemukan di tempat lain. Ini adalah ketenangan yang datang dari keyakinan dan kedekatan dengan Allah.
“Barangsiapa membaca Ayat Kursi setiap selesai shalat maktubah (shalat fardhu), maka tidak ada yang bisa menghalanginya untuk masuk surga kecuali kematian” (HR Imam An-Nasai).
Membaca Ayat Kursi sebagai dzikir setelah shalat fardhu menjadi salah satu amalan yang dapat mengantarkan kita ke surga.
“Siapa yang bertasbih, bertahmid, dan bertakbir setelah shalat sebanyak 33 kali dan menutupnya dengan membaca lâ ilâha illallâh lâ syarîka lahu lahul mulku wa lahulhamdu wa huwa ‘alâ kulli syai’in qadîr, maka dosanya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan” (HR Imam Malik).
Membaca dzikir setelah sholat fardhu ini merupakan cara yang efektif untuk memohon ampunan Allah atas dosa-dosa kita.
“Ya Rasulullah ﷺ, doa manakah yang didengar Allah?” Beliau menjawab, “(Doa pada) akhir malam dan setelah sholat maktubah (sholat wajib)” (HR Imam Tirmidzi).
Dzikir setelah sholat fardhu adalah salah satu waktu yang mustajab untuk memohon doa kepada Allah. Dalam waktu ini, Allah lebih dekat dan mendengarkan doa-doa hamba-Nya.
Penutup
Dzikir setelah sholat fardhu sekadar rutinitas tambahan, melainkan sebuah ritual yang memiliki makna mendalam dan keutamaan besar.
Dengan dzikir setelah sholat fardhu, kita dapat mengingat Allah lebih sering, memohon ampunan dan rahmat-Nya, menguatkan koneksi spiritual, dan menenangkan jiwa.
Selain itu, dzikir setelah sholat fardhu juga didukung oleh dalil-dalil yang kuat dari Al-Qur’an dan Hadis. Oleh karena itu, janganlah kita melewatkan kesempatan berharga ini untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan meraih keutamaan-keutamaan yang telah dijanjikan.
Melalui dzikir setelah sholat fardhu, kita memperpanjang momen kebersamaan dengan Sang Khalik setelah menyelesaikan shalat wajib, mengisi hati dengan kedamaian, dan menguatkan iman.
Jadikan dzikir setelah sholat fardhu sebagai bagian tak terpisahkan dari ibadah sehari-hari, sehingga kita selalu berada dalam lindungan dan kasih sayang Allah SWT.