Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, mengimbau umat Islam di Indonesia untuk melaksanakan ibadah haji sesuai dengan regulasi haji yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dan Arab Saudi.
Seruan ini muncul sebagai respon terhadap meningkatnya kasus jemaah haji nonprosedural yang membawa risiko dan dampak negatif bagi keselamatan dan kelancaran pelaksanaan ibadah haji.
Regulasi Haji 2024 Terbaru
Pada 28 Mei 2024, para kiai NU mengadakan diskusi dalam Forum Bahtsul Masail Diniyyah Waqiiyah di Jakarta untuk membahas masalah ini.
Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa pelaksanaan ibadah haji yang tidak mengikuti prosedur resmi bertentangan dengan syariat Islam.
Selain itu, ibadah haji nonprosedural dianggap mengandung banyak risiko, baik bagi individu yang melakukannya maupun bagi jamaah haji lain yang mengikuti prosedur resmi.
Risiko-risiko tersebut antara lain kepadatan di kawasan-kawasan penting seperti Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) yang sudah sempit, serta gangguan pada layanan transportasi, akomodasi, dan konsumsi.
Ibadah haji nonprosedural dapat memperburuk situasi di area-area tersebut, meningkatkan risiko kecelakaan, dan mengganggu kenyamanan jamaah lain yang mengikuti regulasi haji resmi.
Yahya menyatakan bahwa PBNU memandang haji nonprosedural sebagai praktik yang tidak benar dan pelakunya dianggap berdosa karena melanggar kebijakan pemerintah Indonesia dan Arab Saudi.
Tindakan ini juga dianggap bertentangan dengan prinsip dasar syariat Islam yang mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan diri sendiri dan jamaah haji lainnya.
“PBNU telah mengeluarkan fatwa bahwa melaksanakan ibadah haji tanpa mengikuti regulasi haji resmi dari pemerintah Arab Saudi, meskipun sah, tetap haram.
Ini karena melanggar hak dan wewenang pemerintah yang berdaulat,” ujar Yahya dalam rilis resmi yang diterima pada Jumat, 7 Juni 2024.
Fatwa ini dikeluarkan dengan tujuan untuk memberikan pedoman yang jelas bagi umat Islam di Indonesia agar tidak tergoda melakukan ibadah haji secara nonprosedural.
Fatwa ini juga muncul karena jemaah haji Indonesia sudah mulai berdatangan di Tanah Suci. Beberapa jemaah asal Indonesia tertangkap saat razia dan dideportasi karena tidak mengikuti jalur resmi yang ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi.
Mereka yang tertangkap tidak dapat melanjutkan ibadah hajinya dan pemerintah Indonesia tidak bisa memberikan perlindungan karena mereka tidak mengikuti jalur resmi.
Yahya menambahkan, “Belakangan ini masih ada beberapa orang yang tetap berangkat tanpa dokumen sah dan tidak terdaftar dalam sistem. Mereka dirazia oleh pihak berwenang Arab Saudi dan kemudian dipulangkan.”
Ia mengingatkan bahwa jemaah haji yang tertangkap saat razia akan menerima sanksi berat. Penanggung jawab perjalanan haji nonprosedural akan dikenai pidana, sementara seluruh orang yang tertangkap akan dilarang masuk Arab Saudi untuk urusan apa pun selama 10 tahun.
Lebih lanjut, jika beberapa tahun kemudian orang yang mendapat sanksi tersebut memperoleh jatah haji sesuai nomor antrean, mereka tetap akan ditolak.
Hal ini tentunya sangat merugikan karena mereka tidak dapat menunaikan rukun Islam kelima meskipun sudah menunggu bertahun-tahun dalam antrean.
Yahya mengakhiri dengan pesan yang jelas kepada seluruh umat Islam di Indonesia. “Ikutilah aturan yang ada. Haji hanya wajib bagi yang mampu, dalam arti mampu secara keseluruhan termasuk izin. Tidak harus dipaksakan atau diupayakan untuk mampu,” katanya.
Seruan ini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh proses ibadah haji berlangsung aman, tertib, dan sesuai dengan ketentuan syariat Islam serta peraturan yang berlaku.
Dengan adanya imbauan dan fatwa dari PBNU ini, diharapkan umat Islam di Indonesia lebih memahami pentingnya mengikuti regulasi haji resmi dalam pelaksanaan ibadah haji.
Kesadaran ini diharapkan dapat mengurangi praktik haji nonprosedural dan memastikan bahwa ibadah haji dapat dilaksanakan dengan aman, lancar, sesuai dengan ajaran agama dan tentunya mengikuti regulasi haji resmi.