Asmadi Sarullah tidak tahu bagaimana bisa mewujudkannya, tetapi dia tahu dengan cara apa memulainya.
BEGITU memasuki pelataran Masjidilharam di Kota Mekah kala itu, suatu hari tahun 2011, pikiran dan langkah kaki Asmadi sudah tertuju pada Multazam, salah satu bagian di dinding Kakbah.
Itu pesan kedua orang tuanya, H Sarullah Said dengan Hj Maemunah Alisyah sebelum berangkat umrah. Dalilnya pun sudah Asmadi baca, berulang-ulang. “Tak ada satu pun doa seorang hamba di Multazam kecuali akan dikabulkan.” Sebuah hadis Nabi yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas.
Makanya, begitu punya kesempatan, Ahmadi langsung menempatkan diri sejajar Multazam. Menghadap ke bagian yang berada di antara Hajar Aswad dan pintu Kakbah, pria kelahiran Parepare, 14 Juni 1979 itu melafalkan doa.
“Saya mohon kepada Allah, datangkan hamba berkali-kali ke sini, juga orang tua, istri, dan keluarga saya,” kenang Asmadi kepada Tim Media Tazkiyah, Rabu, 25 Juni 2020, pada pertemuan yang hangat di sebuah kedai kopi, Jalan Borong Raya, Makassar.
Asmadi menambahkan ini di ujung doanya; “Hasbunallah wa nikmal wakil, nikmal maula wanikman nasir. Lahaula walaa quwwata illah billah.”
Sebab memang tak ada daya dan upaya yang bisa dia lakukan. Asmadi di tahun itu hanya seorang pegawai biasa. Menggunakan rumus matematika apapun tidak akan mungkin keinginannya tercapai dalam waktu singkat. Apalagi gaji bulanan juga sudah tak utuh, terpotong angsuran rumah.
Satu lagi, Asmadi berangkat umrah kala itu pun tidak bayar sama sekali. Seorang bupati memberinya hadiah.
Tetapi setidaknya dia sudah merintis jalan; berdoa. Soal bagaimana dia akan tiba di impian itu, sudah bukan kewenangannya.
Beberapa bulan setelah pulang umrah, Asmadi memantapkan diri keluar dari bank tempatnya bekerja. Pilihan yang kurang populer sebab menjadi karyawan perbankan relatif sudah zona nyaman untuk mereka yang sekadar ingin hidup berkecukupan. Namun dia merasa perlu melakukannya.
Apalagi, ada peluang menjalankan bisnis tanpa modal. Asmadi dipercaya seseorang. Dia dititipi mobil untuk dijual. Laku, dikirimi mobil lagi.
Begitu seterusnya hingga kurang dari setahun, beberapa bagian dari doanya sudah terijabah. Tahun 2012, dia berangkat umrah bersama istri dan anak. Dua tahun kemudian mereka berumrah lagi, plus mertua. Berikutnya, orang tuanya yang dia berangkatkan.
Pada musim umrah 2014, hal yang dikabulkan Allah sudah melebihi permintaannya. Bahkan bukan cuma keluarga yang dia umrahkan. Teman pun dia ajak untuk mereguk nikmatnya beribadah di tanah suci.
“Kami 11 orang, tujuh di antaranya alhamdulillah bisa saya tanggung,” ucapnya.
Asmadi membuktikan bahwa Multazam benar-benar tempat yang sangat mustajab untuk mengirim permohonan ke Arasy. Makanya setiap berada di sekitara Kakbah, titik itu yang paling sering didiaminya. Jika pun terseret keramaian jemaah, dia usahakan tetap sejajar Multazam, walaupun sudah agak jauh, mendekati tembok masjid.
“Kalau tidak bisa lagi, saya ke Hijir Ismail,” tuturnya, menyebut tempat mustajab lainnya di utara bangunan Kakbah, berbentuk setengah lingkaran.
Keinginan Berhaji
Setelah umrah berkali-kali (semuanya lewat PT Tazkiyah Global Mandiri), Asmadi menaikkan level doa dan impiannya. Dia ingin berangkat lagi tetapi dengan status sebagai jemaah haji. Di Multazam, pria yang baru saja menjadi pengusaha itu, bersungguh-sungguh meminta itu.
Persis seperti doa kesempatan pertamanya, dia juga hanya bisa berserah seutuhnya. Uang untuk daftar haji belum ada, usaha juga belum begitu stabil. Padahal, permintaannya ke manajemen Tazkiyah, nomor porsi 001. Dua tahun dia rawat keinginan itu.
Hingga pada sebuah sore tahun 2017, dia mendapat telepon dari Presiden Direktur PT Tazkiyah Global Mandiri, Ahmad Yani Fachruddin.
“Tetapi saya belum punya uang.” Asmadi masih ingat apa yang dikatakannya saat itu.
“Pak Yani bilang tenang saja. Akan ada jalannya,” sergahnya, mengenang.
Asmadi benar-benar tidak punya cukup uang saat itu. Baru sekitar empat bulan sebelumnya dia pulang umrah. Bukan pula paket reguler sebab include dengan perjalanan ke Dubai, dan membawa beberapa anggota keluarga.
Namun jalan yang diharapkan itu akhirnya memang ada. Kemudahan dikirim Tuhan secara cepat dan kasat mata. Mobil jualannya laku cepat. Ongkos haji lunas sebelum pemberangkatan.
Buka Bengkel
Sebuah keputusan juga diambil Asmadi sepulang berhaji. Ayah dari Langit (lengkapnya Risky Putri Langit) dan Bintang (Alkindi Putra Bintang) itu memberanikan diri membuka bengkel.
Pertimbangan Asmadi hanya dua. Pertama, mobil-mobil yang dibeli untuk dijual kembali kadang ada yang perlu diperbaiki. “Saya berpikir bagaimana kalau uang untuk ke bengkel orang itu larinya ke bengkel milik sendiri saja,” tuturnya.
Kedua, dia punya bekal doa di Multazam. Tentang rezeki yang baik dan bisa mengantarkannya selalu kembali ke Baitullah. Haqqulyakin dia terhadap permohonan-permohonannya itu.
Akhirnya memang terbukti. Pilihan ekspansi bisnisnya yang tidak salah. Bukan cuma mobil jualannya yang jadi “pasien”, tetapi juga mobil dari pelanggan umum.
Asmadi merasa belumlah jadi pengusaha besar. Tetapi memang bukan itu ambisinya. Bisa memenuhi kebutuhan keluarga serta bisa kembali terhanyut dalam khusyuknya bincang dengan Tuhan di Multazam sudah disyukurinya.
Tahun lalu, Asmadi kembali memboyong istri dan anak-anaknya umrah. Bersama teman-temannya yang semuanya juga membawa keluarga, mereka memilih paket Umrah Plus Turki. Selama 15 hari mereka menyusuri kota-kota penting di sana; mendatangi pabrik karpet, menyentuh bangunan kuno, hingga minum Turkish Coffee sebelum terbang ke Jeddah untuk menuju Madinah, selanjutnya Mekah.
Tahun ini pun dia dan beberapa rekannya sudah punya rencana umrah lagi. Namun, tertahan karena pandemi Covid-19.
“Sejak umrah pertama tahun 2011 itu, rasanya memang seperti candu dalam artian positif. Kerinduan untuk ke sana selalu menyelimuti,” ucapnya.
Kerinduan itulah yang selalu membuatnya semangat bekerja. Di antara aktivitas di showroom dan bengkel, ingatannya ke Kakbah rutin menemani. Kadang-kadang dia membuka YouTube untuk menengok tanah suci secara virtual.
Tetapi itu tidak cukup. Dia ingin ke sana lagi, nyata, menenggelamkan diri dalam salat dan doa yang jika disuruh melukiskan kenikmatannya dalam kata-kata, Asmadi tak akan sanggup. (tmt)